Novel, Romance

The Story of Bear Family (FINAL)

Title: The Story of Bear Family- Final

Character:

Han Sae-jin

Cho Kyuhyun

Kris Wu

Beware this is the long one! Dan terima kasih banyak ya udah nunggu selama ini, kepada mereka yang masih setia menunggu.

Love you guys, fighting!

 

END CHAPTER

Cho Kyuhyun melangkah pelan, menyusuri jalan setapak menurun ke taman depan panti asuhan Yong-ham. Dia bisa mendengar dengan samar suara tawa yang ceria dari anak- anak kecil yang tadi dilihatnya bermain di taman, atau suara Nyonya Choi, ibu pengurus panti yang meminta anak- anak itu untuk masuk ke dalam rumah karena makan siang akan segera dihidangkan. Dia juga bisa melihat dari kejauhan kumpulan gadis- gadis muda yang duduk di pohon besar itu, sibuk berdiskusi sambil mengelus- elus perut mereka.

 

Dan sejenak langkahnya terhenti.

 

Beberapa bulan yang lalu, Han Sae-jin pernah mengunjungi kami…

 

Kyuhyun menyipitkan matanya, memperhatikan gadis- gadis itu dengan tatapan hampa. Rasanya seperti ada yang menohok dadanya, serta mencekik lehernya. Mereka adalah kumpulan dari gadis- gadis yang hamil tanpa pertanggungjawaban dari si pria, atau mereka yang melarikan diri dari keluarga serta pasangan mereka karena hubungan yang tidak seharusnya. Ada sekitar lima orang setiap bulannya, dan anak- anak mereka akan dititipkan di panti asuhan ini untuk diasuh oleh para pasangan- pasangan yang tidak bisa memiliki keturunan.

 

Apa Sae- jin pernah berpikir untuk kembali tinggal di tempat penampungan ini?

 

Cho Kyuhyun menutup mata, menarik napas panjang. Tidak, kan? Apa sebelum Kyuhyun mengajukan pernikahan ini padanya, dia sempat mempertimbangkan kemungkinan untuk kembali tinggal di tempat ini bersama dengan ibu- ibu hamil yang lain—yang merasa bersalah, berdosa, atau ditelantarkan? Hatinya berteriak ‘tidak’ tapi pikirannya yang sangat logis itu dengan terpaksa berpendapat bahwa seorang Han Sae-jin bisa saja berpikir demikian. Karena dia tidak ingin mempermalukan kakeknya, karena dia tidak ingin membuatnya kecewa, karena dia tidak ingin menjadi masalah bagi semua orang di sekitarnya, karena dia tidak ingin merepotkan Cho Kyuhyun.

 

Dan berpikir bahwa lebih baik dia serta putri mereka lebih baik tinggal di tepat penampungan ini.

 

Tiba- tiba perasaan marah meliputi Kyuhyun. Entah mengapa. Tapi pikiran- pikiran itu, membuat dia kembali merasa kecewa pada Sae-jin dan terlebih lagi dirinya sendiri.

 

Bagaimana bila itu benar- benar terjadi? Han Sae-jin menyembunyikan kehamilannya, mengasingkan diri dan hidup menderita bersama dengan putri mereka dan mengira itu demi kebaikan semua orang? Bagaimana bila putri mereka yang cantik dan mungil itu hidup di tempat yang serba kekurangan seperti ini, Sae-jin bekerja keras dan banting tulang demi mencukup kebutuhan mereka, sementara Kyuhyun bersenang- senang di suatu tempat, tanpa menyadari kehadiran mereka berdua, serta tanggung jawabnya sebagai seorang ayah?

 

Dan Kyuhyun hidup di dunia itu tanpa mereka berdua? Tanpa Han Sae-jin serta putri mereka?

 

Benarkah Han Sae-jin pernah tega berpikir seperti itu?

 

Entah karena pengaruh lelah, atau pikirannya yang berkecamuk dengan banyak masalah, tiba- tiba Kyuhyun merasa cukup kecewa dan marah, entah pada siapa. Bukan hanya pada Sae-jin, tapi terlebih lagi pada dirinya sendiri. Dia tidak bisa membayangkan hidupnya tanpa Sae-jin, dan juga tidak rela memikirkan bahwa gadis itu dan putri mereka hidup menderita tanpa sepengetahuannya.

 

Cho Kyuhyun perlahan berbalik, menengadah dan menatap jendela di lantai kedua rumah tua di hadapannya. Dia bisa melihat pot bunga kecil di atas meja serta kepala ranjang di sampingnya, tempat Lee Sunjin tengah beristirahat; wanita yang tega membuang anaknya sendiri karena keegoisannya, dan sekarang tengah menderita karena rasa menyesal dan bersalah yang luar biasa.

 

Kemudian kenyataan itu menghantam Kyuhyun.

 

Han Sae-jin tidak akan pernah melakukannya. Dia tidak akan pernah membiarkan putrinya menjalani hidup yang sama dengannya. Karena itulah dia memberitahukan kehamilannya pada Kyuhyun, karena itulah dia bersedia menanggung apapun resiko yang harus dia hadapi demi membesarkan anaknya. Kenyataan itu sungguh pahit, tapi di satu sisi memberikan kelegaan dan kesedihan tersendiri di hati Cho Kyuhyun.

 

Gadis yang sangat dia cintai telah melalui banyak penderitaan…

 

Dan sekarang, ketika Kyuhyun ingin memberikan seluruh dunianya untuk membuat gadis itu bahagia, dia malah tergeletak tak berdaya di ranjang rumah sakit. Suatu hari dia akan terbangun, tapi kemungkinan bahwa dia tidak akan pernah lagi terbangun masih ada… membuat dada Kyuhyun terasa sangat ngilu dan sesak setiap kali membayangkannya.

 

Cho Kyuhyun, kau sungguh idiot—maki Kyuhyun pada dirinya sendiri. Ke mana saja kau dan apa sih yang sudah kau lakukan selama beberapa bulan terakhir ini? Tuhan memberikannya begitu banyak waktu dan kesempatan agar dia bisa membuktikan perasaan cintanya pada Sae-jin dan membuat gadis itu bahagia.

 

Tapi Kyuhyun malah menyia- nyiakan semua itu…

 

Kyuhyun memegang dada kirinya yang terasa sesak—kakinya tiba- tiba terasa lemah membuatnya harus menyerah lalu perlahan duduk di anak tangga.

 

Sekarang dia sadar, tidak ada yang lebih menyakitkan daripada rasa penyesalan karena telah menyia- nyiakan sebuah kesempatan untuk membuat orang yang kau cintai bahagia…

 

Dan yang lebih menyakitkan lagi adalah, ketika kau mungkin tidak akan lagi pernah mendapatkan kesempatan itu…

 

Seandainya, Tuhan mengijinkan Sae-jin kembali dalam pelukannya…

 

Dia berjanji tidak akan pernah menyakiti gadis itu lagi dan membuktikan pada Sae-jin setiap hari betapa dia mencintainya…

 

Kyuhyun mengusap wajahnya lalu membenamkannya di antara kedua tangan. Selama beberapa hari terakhir dia selalu berusaha menguatkan dirinya sendiri dan tidak ingin terlihat lemah karena saat ini dialah satu- satunya tempat putrinya bersandar. Tapi… untuk sekali ini saja, dia ingin bersedih dan menangis… karena dia percaya betapa sedihnya mereka semua, Kyuhyun-lah yang paling merasa sedih dan menderita saat ini.

 

Suara dering ponsel di saku celananya membuyarkan lamunan Kyuhyun. Selama setengah menit dia membiarkan ponsel itu terus berdering, tapi kemudian mengusap wajahnya sekali lagi, sejenak mencoba mengontrol emosinya dengan menghela nafas panjang sebelum mengambil ponsel itu dari sakunya.

 

Kedua alisnya mengerut ketika melihat nama yang tertera di layar.

*

 

Kris Wu menghabiskan dua jam terakhir berdiri mematung di depan sebuah dinding kaca raksasa yang menghubungkan dua ruangan, sedari tadi memperhatikan situasi di hadapannya, di balik dinding kaca tersebut. Seorang gadis duduk termenung di tengah ruangan yang sepi, menyandarkan kedua tangannya di depan meja putih panjang dengan komputer dan beberapa buku catatan di atasnya.

Shin Sae-ryung, tersangka utama dari kasus penembakan dengan Han Sae-jin menjadi korbannya, telah menjalani interogasi selama dua jam terakhir ini di ruang penyidikan. Beberapa anggota penyidik silih berganti datang untuk menemuinya—seorang penyidik baru saja keluar dari pintu di samping kaca tersebut, kemudian menghampiri Kris.

 

“Apa kau sudah menghubungi suami korban?”

 

Kris mengangguk. Sesungguhnya butuh pemikiran yang panjang bagi Kris untuk menghubungi Cho Kyuhyun sekarang. Dia tahu situasi Kyuhyun saat ini dan… meskipun sangat amat berat bagi Kris untuk mengakuinya, meskipun dia sangat ingin menemani Sae-jin dan menjaganya, kenyataannya adalah tidak ada yang lebih berhak dan yang paling dibutuhkan oleh gadis itu selain suaminya sendiri, Cho Kyuhyun.

 

Tapi, di sisi yang lain… Cho Kyuhyun harus tahu apa yang terjadi. Bahwa orang yang telah melukai istrinya adalah mantan kekasihnya sendiri. Ini sangat menggelikan, tentu saja—Kris sendiri ingin tertawa geli dan sinis membayangkan reaksi di luar sana ketika mengetahui yang sesungguhnya. Demi Tuhan, ini terkesan seperti drama pagi murahan yang sering pembantu rumah tangga di apartemen keluarganya tonton sembari membersihkan rumah.

 

Tidak sesungguhnya gadis sebaik dan semanis Sae-jin terlibat dalam drama murahan itu.

 

Setiap memikirkan itu darahanya selalu mendesir dan tubuhnya dibakar amarah—kemudian dia akan kembali mempertimbangkan kemungkinan untuk menghambur masuk ke dalam ruangan penyidik itu dan mencekik Shin Sae-ryung sampai mati. Tidak ada rasanya yang lebih memuaskan lagi di dunia ini selain melakukan hal itu. Bahkan bila pada akhirnya dia harus menerima ganjarannya. Tidak ada yang boleh melukai Han Sae-jin, gadis yang sangat dia cintai. Tapi di saat yang sama, Kris tahu—Sae-jin tidak akan pernah rela bila orang- orang terdekatnya terlibat masalah karenanya, dan bahwa sahabatnya sendiri membunuh orang lain demi dirinya. Maka Kris akan menahan emosi dan hasratnya demi hal itu.

 

“Di mana dia?”

 

Sebuah suara berat dan nafas tersengal- sengal membuyarkan lamunan Kris. Kris membuka matanya dan menengok ke samping, tempat Cho Kyuhyun berdiri di hadapannya dengan wajah gusar dan dada yang naik turun tidak beraturan—entah karena napasnya atau karena menahan emosi. Seperti Kris, Cho Kyuhyun juga tidak terkenal sebagai orang yang ekspresif—tapi dari sorot mata Kyuhyun, Kris menemukan hasrat membunuh yang sama.

 

Baiklah, mungkin sekarang tugas Kris untuk mencegah agar itu tidak terjadi.

Kris menolehkan kepalanya ke arah dinding kaca di depannya. Ketika menyadarinya, tanpa berpikir panjang Kyuhyun segera melangkah ke dalam—tapi Kris secepatnya menahan lengannya. Kyuhyun menatap lengan Kris kemudian menatap pria itu dengan alis mengerut. Sepertinya Cho Kyuhyun siap menghancurkan tempat ini sekarang juga bila dia menginginkannya.

 

“Ini memang kedengaran hampir tidak mungkin, tapi tolong, kendalikan dirimu.” Kata Kris, sejenak tidak percaya dia bisa mengataka hal seperti ini pada Cho Kyuhyun. “Saat ini Han Sae-jin sangat membutuhkanmu.” Kata Kris bersungguh- sungguh. Yah, bahkan bila dia harus menggores luka di hatinya sendiri dia rela melakukannya, asalkan Han Sae-jin baik- baik saja dan tidak kehilangan siapapun yang dia sayangi.

 

Kilat amarah di mata elang itu sedikit mereda begitu mendengar nama Han Sae-jin disebut, dan Kris melepaskan pegangan tangannya.

 

Sekarang dia yakin Cho Kyuhyun tidak akan bertingkah gegabah.

*

 

“Ini semua salahmu.”

 

Kyuhyun menatap tajam gadis di depannya. Riasan di wajah itu telah luntur bercampur dengan air mata dan aura ambisius serta percaya diri itu telah berganti dengan dendam serta keputusasaan—tatapan Shin Sae-ryung berpindah- pindah ke beberapa tempat, terlihat sangat gelisah dan marah.

 

Kyuhyun tidak lagi mengenali gadis di depannya.

 

Atau mungkin itulah Shin Sae-ryung yang sesungguhnya. Kyuhyun hanya dengan bodohnya tertipu selama ini terhadap isi hati gadis itu dan mengira dia hanyalah korban sakit hati dari lingkungan dan keluarganya.

 

“Kalau kau tidak menikahi gadis sialan itu—kalau kau tidak mendekatinya, kalau kau tidak mengkhianati hubungan kita—aku tidak akan melakukan ini!” teriak Sae-ryung frustasi. Alis Kyuhyun mengerut mendengar cara Sae-ryung menyebutkan istrinya dan rasanya emosi yang sedari tadi sedang dikendalikannya dengan susah payah kembali meronta—kedua tangannya mengepal dengan sekuat tenaga, berusaha menahan luapan amarah yang akan membuat gadis di depannya ini berakhir mengenaskan, atau lebih buruk lagi—mati. Gadis ini yang membuat istrinya tergeletak tak berdaya di rumah sakit dan putri mereka nyaris tak selamat dan melihat dunia ini. Karena manusia di depannya ini Cho Kyuhyun hampir kehilangan mereka berdua. Gadis yang sangat dia cintai, dan putri mereka.

 

Yang paling adil tentulah jika hutang nyawa dibalas dengan nyawa. Dan untuk pertama kalinya, Cho Kyuhyun tidak merasa bimbang bila harus membunuh seseorang saat ini. Ada banyak yang bisa dia gunakan di sini dan ketika dia bergerak, tidak ada seorang pun yang dapat menghentikannya untuk melukai gadis itu.

 

Tapi kemudian bayangan Sae-jin dan putri mereka kembali berkelebat dalam kepalanya.

 

Bagaimana mereka akan menjalan hidup tanpanya? Terlebih lagi putrinya; apakah dia tega membiarkan putrinya menjalani hidup sebagai anak dari seorang pembunuh?

 

Maka dia akan melakukannya dengan cara lain.

 

“Tidak—“ suara Sae-ryung yang bergetar kembali menarik Kyuhyun dari pikiran- pikiran gelapnya, “—ini semua salah gadis itu. Seandainya dia tidak melempar dirinya padamu dan datang menghampirimu, malam itu tidak akan pernah terjadi—seandainya dia tidak menggodamu dan merebutmu dariku—maka—“

 

“Benar.”

 

Shin Sae-ryung terdiam, menatap pria di hadapannya dengan terperangah. “A—apa?”

 

“Seandainya Han Sae-jin tidak datang dalam kehidupanku—“ Kyuhyun mengerutkan kening, “mungkin hidupku tidak akan segila ini. Aah—“ Kyuhyun menghela nafas dan menggelengkan kepala, “aku tidak pernah jatuh cinta segila ini kepada seseorang.”

 

Sae-ryung mendengus sinis, tak percaya. “A—apa?”

 

“Tapi, yang pasti adalah—kalaupun Sae-jin tidak pernah datang ke kehidupanku,” dan kemungkinan itu cukup mengerikan baginya, “aku pasti akan meninggalkanmu.” Kyuhyun memajukan tubuhnya, menatap gadis di depannya dengan tajam, “karena mengenalmu adalah kesalahan dan penyesalan terbesar dalam hidupku.”

 

Rasanya seperti ada yang menyihir Sae-ryung, menarik jiwanya dengan cara yang sangat menyakitkan.

 

“Seandainya aku bisa membunuhmu, aku akan segera melakukannya, Shin Sae-ryung, tidak ada yang bisa menghentikanku. Percayalah, aku bisa mencekikmu sekarang juga dan tidak ada penyesalan dalam hidupku. Kau salah karena mengira selama ini kau cukup berharga untuk tidak disakiti.”

 

Kyuhyun tidak perduli lagi, dia ingin menyakiti gadis itu dengan cara yang paling keji—karena dia tidak bisa menyentuhnya dan melukainya secara fisik. Tak perduli betapa dia sangat ingin melakukannya saat ini.

 

“Tapi aku tidak ingin melakukannya. Karena saat ini, aku punya istri dan seorang putri yang harus kuurus. Selama ini aku memaafkan perbuatan busukmu karena aku ingin hidup bahagia bersama mereka tapi kau—“ suara Kyuhyun terdengar sangat menakutkan dan ia memukul meja, membuat Sae-ryung terkejut dan bergidik ngeri, “kembali lagi mengacaukan rencanaku.

 

“Mungkin saja seandainya kau tidak mengenalku, kau tidak akan hidup seperti ini Shin Sae-ryung, pikiran seperti itu memang cukup keliru tapi itulah yang membuatku bersabar dengan sikapmu. Karena aku merasa kasihan padamu—yah, rasa kasihan dan iba—hanya itulah yang bisa kuberikan padamu,” Kyuhyun mendengus sinis, memikirkan berbagai kata- kata mengerikan yang bisa dia berikan, “—bahkan, mungkin itulah yang selama ini aku rasakan padamu. Tapi kau—“ ujar Kyuhyun setengah membentak, “bahkan tidak bisa membuatku merasa kasihan padamu. Kau melukai semua orang dan menganggap mereka barang sesuai dengan kebutuhanmu.”

 

“Tidak, Cho Kyuhyun—“ tangis Sae-ryung dengan gusar, “aku benar- benar cinta—“

 

“Aku tidak perduli dengan perasaanmu.” Desis Kyuhyun. “Itu sampah bagiku. Itulah yang menjadi beban mengerikan dalam hidupku, membuat hidupku menderita dan nyaris memisahkanku dengan istri yang sangat aku cintai—“

 

Sae-ryung kembali mematung; seperti mendapatkan searang bertubi- tubi.

 

“Membusuklah di penjara, Shin Sae-ryung.” Kata Kyuhyun, “Hanya itulah kesempatan terakhirmu. Aku tidak ingin menjadi pembunuh dan mempermalukan istri serta anakku hanya demi nyawa yang tak berharga.” Dengan kata- kata itu Kyuhyun berdiri dari tempatnya kemudian berbalik, dia bisa mendengar nafas Sae-ryung yang tercekat, atau tangis gadis itu yang akan segera pecah.

 

“Kau bisa menjalani hidup yang lebih baik,” ujar Kyuhyun, “tapi kau memilih menghancurkan hidupmu sendiri—semua karena keegoisan dan hatimu yang busuk. Mati atau tidak, kau tidak pernah ada lagi dalam hidupku. Kau,” Kyuhyun menyipitkan mata, “adalah penyesalan paling terbesar dalam hidupku.”

 

Kyuhyun kembali memalingkan wajah dan pergi meninggalkan ruangan itu, bersama dengan Shin Sae-ryung yang terisak- isak, tak percaya dengan kata- kata menyakitkan yang baru saja didengarnya.

 

Cho Kyuhyun jijik padanya. Pria itu tak pernah mencintainya.

 

Dia adalah kesalahan terbesar dalam hidup pria itu.

 

*

 

 

“Bagaimana keadaannya?” Tanya Kyuhyun setengah berbisik, duduk perlahan di tempatnya yang tadi dia tinggalkan, menatap wajah pucat istrinya yang saat ini masih terbaring tidak sadarkan diri. Setelah semua yang dia lalui hari ini, duduk di tempat ini, melihat istri dan anaknya, dan mendengar bunyi alat di sekeliling Sae-jin yang menandakan bahwa meskipun tidak sadarkan diri tapi jantungnya masih berdetak dan keadaan vitalnya masih stabil—Kyuhyun merasa nyaman dan berada di tempat yang seharusnya. Ya, mereka tidak harus berada di apartemennya, atau di rumah kediamannya. Rumah adalah tempat di mana dia bisa pulang dan bertemu bersama istri dan putri mereka, apapun keadaannya.

 

Sepertinya hari ini Kyuhyun menyadari banyak hal- hal baru dalam hidupnya. Semua yang tidak pernah dia sadari dan syukuri sebelumnya.

 

Kyuhyun harap dia tidak terlambat menyadari itu.

 

“Dokter sudah memeriksanya tadi. Masih belum ada perubahan berarti tapi keadaan fisiknya semakin membaik.” Sedari tadi Tuan Yoon terus menemani putrinya, menunggu sampai Kyuhyun pulang.

 

Kyuhyun tidak menjawab. Itu selalu jawaban yang diperolehnya dari dokter yang bertugas memeriksa Sae-jin setiap harinya. Dia mulai berharap untuk mendengar jawaban yang berbeda—tapi sekarang ini, lebih baik jawaban inilah yang dia peroleh. Setidaknya gadis itu baik- baik saja, meskipun dia belum sadar dan menyambut Kyuhyun.

 

Kyuhyun menatap wajah cantik istrinya yang terlihat sangat damai.

 

“Aku sudah mendengarnya. Tuan Han mengabariku dua jam yang lalu—“

 

Kyuhyun tertegun, menoleh ke arah Yoon Dae-jo. Ya, tentu saja—dia lupa—Yoon Dae-jo dan asistennya turut andil dalam aksi penangkapan ini.

“Asisten Han ternyata sudah mengetahuinya beberapa hari yang lalu, dia hanya sengaja merahasiakannya dariku karena tidak ingin aku gegabah dan mengacaukan rencananya. Dasar asisten lancang,” Tuan Yoon mengerutkan alis, tapi tidak terlihat cukup marah, “Dia bekerja sama dengan Wu Yifan—kau tahu kan, sepertinya pria itu dan Sae-jin sangat dekat?”

 

Kyuhyun tidak berkomentar. Ya, dia tahu dia harus berterima kasih pada Kris—sangat berterima kasih malah, tapi tetap saja… dia tidak cukup rela mendengar cara Tuan Yoon mengomentari hubungan Kris dan istrinya. Apalagi mengingat Tuan Yoon adalah ayah kandung Sae-jin.

 

“Ternyata mereka berteman sejak di sekolah dasar. Aku melakukan… sedikit penyidikan tentang latar belakangnya,” ujar Tuan Yoon santai seolah kegiatan menyelidiki masa lalu seseorang hanya karena berhubungan dengan putrinya adalah hal yang biasa—bahkan wajib untuk dilakukan, “ternyata dia adalah putra tunggal dari Wu Xifen—kau tahu, pengusaha properti yang sangat terkenal itu. Kami sempat bekerja sama beberapa tahun lalu—dan harus kukatakan ketampanan pria itu menurun pada putranya. Kuberi tahu, wajah- wajah seperti itulah yang harus diwaspadai—semua gadis pasti tertarik pada mereka, tidak perduli status perkawinan mereka atau semacamnya—“

 

Kyuhyun memilih menatap wajah istrinya tajam- tajam. Han Sae-jin, apa ayahmu sedang mencoba menguji kesabaranku dengan cara memuji- muji pria lain yang dekat denganmu di depanku—dan secara sangat halus ingin mengatakan bahwa pria itu lebih tampan dariku?

 

Dan astaga—bila seandainya tidak ada Kyuhyun, apakah Tuan Yoon tidak keberatan bila Sae-jin berhubungan dengan Kris? Ayolah, Kyuhyun memang tidak sempurna ataupun super kaya seperti keluarga Tuan Yoon—tapi setidaknya sejauh ini dia tidak merasa ada yang salah dengannya. Dia tidak jelek, tampan malah. Dia pekerja keras, dan juga memiliki keluarga yang baik dan berkecukupan.

 

Sejak kapan komentar Tuan Yoon sangat berpengaruh padanya? Apa karena beliau adalah ayah kandung Sae-jin?

 

“Kudengar Wu Yifan setelah itu meninggalkan Beijing bersama ibunya semenjak orang tuanya bercerai. Ya, aku ingat dia. Dulu dia suka mengikuti ayahnya ke mana saja dan bermain basket. Kasihan sekali. Seandainya dulu aku tahu bahwa—“ Tuan Yoon terdiam, menarik napas panjang. “Sudahlah.”

 

Kyuhyun melirik Tuan Yoon. Ya, seandainya dia tahu keberadaan putrinya, dan bahwa ternyata putrinya berteman baik dengan anak dari rekan bisnisnya yang sering beliau temui.

 

“Aku memang jarang mengatakan hal- hal seperti ini—tapi, dia adalah putriku yang baru saja kutemukan. Semua hal tentangnya sangat menarik bagiku, sekecil apapun itu. Aku bahkan melacak masa lalumu juga—“ kata Tuan Yoon polos.

 

Kyuhyun memilih untuk tidak berkomentar. Seandainya putrinya belum lahir dia pasti akan menganggap itu tindakan yang keterlaluan. Tapi setelah sekarang dia juga menjadi ayah dari seorang putri, semuanya terasa cukup mudah untuk dimengerti. Dia juga pasti akan melakukan hal yang sama untuk putrinya. Astaga—tolong tunda itu—dia masih punya dua puluh tahun lebih kesempatan sebelum harus berurusan dengan hal- hal demikian!

 

“Dan mungkin ini terdengar canggung tapi—“ Tuan Yoon menatap Kyuhyun dalam- dalam, “aku bersyukur, bahwa putriku menikah denganmu, dengan pria sepertimu.”

 

Kyuhyun menoleh perlahan, menatap Tuan Yoon lagi.

 

“Seandainya pun dalam keadaan berbeda, aku akan berharap agar putriku bisa bertemu dan menikah dengan pria sepertimu.” Tuan Yoon tersenyum kecil, “Sekarang pun, aku bisa pergi dengan tenang.”

 

Kyuhyun tidak bereaksi, menatap Tuan Yoon dingin.

 

Sekali lagi, sejak kapan pendapat Tuan Yoon padanya terasa begitu penting?

 

Dering ponsel memecahkan kesunyian itu, menarik perhatian mereka. Kyuhyun memalingkan wajahnya dan kembali memperhatikan istrinya yang sedang tidur, sementara Tuan Yoon mengambil ponsel dari sakunya dan menjawabnya.

 

“Ada apa, Dokter Kim?” Yoon Dae-jo mengerutkan kening, mendengarkan dengan sabar—beberapa detik kemudian matanya membelalak kaget. “Benarkah?” wajah Tuan Yoon yang semula terlihat lelah kini berubah seratus delapan puluh derajat. “Ya. Tentu, tentu saja. Aku akan pergi ke tempatmu.” Tuan Yoon kemudian menutup ponselnya dan berdiri. “Aku harus segera pergi, sebentar malam aku akan kembali.”

 

Kyuhyun mengawasi Tuan Yoon yang mengambil jubah hitam yang digantungnya di kursi dan memakainya dengan terburu- buru, lalu kembali menatap Kyuhyun dengan mata berbinar- binar.

 

“Mereka mendapatkan donor hati untukku.”

*

 

Berputar. Dunia ini terasa seperti berputar.

 

Kemudian potongan- potongan gambar berkelebat dalam kepalamu, seperti pecahan- pecahan memori yang datang silih berganti, dengan suara- suara yang mengingatkanmu pada masa lalu. Rasanya seperti berdiri di satu tempat dengan cukup lama, kemudian rekaman- rekaman ingatan itu mengelilingimu dengan gerakan cepat.

 

Dia bisa mendengar suara mereka, suara- suara itu muncul seperti letupan—kemudian kembali hilang. Dia ingin menjawab mereka, tapi dia tidak bisa; lidahnya kelu dan tubuhnya terasa kaku. Dia akan menangis—tapi kemudian semuanya gelap dan berikutnya dia kembali berada dalam ruangan asing tempat rekaman ingatan itu terus berputar tanpa henti. Di mana dia? Kenapa rasanya lama sekali?

 

Kapan dia bisa bertemu dengan Kyuhyun dan putrinya?

 

Kemudian mimpi itu muncul lagi. Mimpi buruk yang selalu menghantui Sae-jin sejak kecil. Dia lupa kapan terakhir mimpi itu datang—tapi rasanya sudah lama sekali dia akhirnya bisa tertidur lelap tanpa bayangan menakutkan itu. Seorang wanita yang datang menghampirinya; wanita yang wajahnya sulit dikenali.

 

Hanya saja kali ini semuanya terasa lebih jelas. Pepohonan itu; sapuan angin yang dingin—suasana kabut putih di sekelilingnya. Suara langkah kaki itu. Dan anehnya; langkah itu terasa sangat familiar. Mengingatkannya pada seseorang yang dikenalnya—dan sejenak benak Han Sae-jin diliputi kegelisahan. Siapa dia? Dan apa yang terjadi? Sae-jin menatap sekeliling dengan gugup tapi dia tidak menemukan siapapun, hanya mendengar derap langkah yang semakin mendekat. Ke mana dia harus lari?

 

“Sae-jin—ah?”

 

Suara itu membuat Sae-jin tertegun. Eomma?

 

“Ya, ini aku.” Apa Sae-jin baru saja mengatakan isi pikirannya? Alisnya mengerut, berusaha mencari sumber suara itu. Jadi, apakah wanita itu adalah ibunya? Wanita yang selama ini muncul di mimpinya? Tapi bagaimana bila ini hanya mimpi yang lain—mimpi yang hanya merupakan proyeksi dari keinginannya? Bagaimana bisa Sae-jin langsung menganggap wanita itu adalah ibunya?

 

“Maafkan aku.” Suara itu terdengar sedih, “Tidak—aku tidak pantas meminta maaf padamu atas perbuatanku selama ini.”

 

Sae-jin terdiam. Rasanya suara itu semakin jelas dan nyata—seperti suara yang sering dia dengar.

 

“Aku telah berbuat dosa yang sangat besar, yang tidak akan pernah bisa dimaafkan. Kau, dan juga ayahmu—aku telah menyakiti kalian demi ambisiku sendiri.” Jeda sedikit, tapi Sae-jin tidak ingin lagi mencari sumber suara itu. Ya. Itu pastilah ibunya; ibu yang telah meninggalkannya. Mungkin sebaiknya Sae-jin mengakhiri mimpi ini secepatnya—

 

“Tapi kau tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik, dan kuat. Kau juga memiliki seorang suami yang sangat menyayangimu serta seorang putri yang lucu.”

 

Putri yang lucu? Apa wanita itu sudah melihat putrinya?

 

“Awalnya aku menganggap Tuhan telah menghukumku dengan memperlihatkan betapa baiknya kau tanpaku dan bahwa kau tidak memerlukanku tapi kemudian aku menganggapnya sebagai anugerah. Begitu banyak tahun yang aku habiskan dalam penderitaan dan penyesalan, setidaknya beban di hatiku sedikit berkurang—meskipun, tentu saja—aku tidak punya hak untuk merasakannya.”

 

Sae-jin mengerutkan kening, memejamkan matanya, berusaha menahan sapuan kesedihan dalam benaknya. Ya. Dia tahu siapa wanita itu.

 

“Kau bisa memperoleh seluruh dunia, kau bisa mendapatkan apapun yang kau inginkan, serta kasih sayang ayahmu tapi karena aku, kau tidak pernah mendapatkannya.”

 

Sae-jin bisa merasakan sulitnya bernafas; dadanya terasa sesak. Rasanya seperti beberapa waktu yang lalu—ketika dia merasa sangat kesaitan dan ingin mati saja. Tangannya memegang dada kirinya dan perlahan ia jatuh, berlutut. Terisak menangis.

 

“Semua belum terlambat Sae-jin—ah. Meskipun aku tidak bisa memperbaiki kesalahanku, tapi setidaknya aku bisa melakukan sesuatu untuk menjagamu, setidaknya… aku bisa memperbaiki sesuatu—aku bisa mengembalikan apa yang seharusnya telah menjadi milikmu—“

 

“Apa yang membuatmu berpikir kau punya hak untuk melakukannya?” Tanya Sae-jin dingin. Tidak, dia tidak mengatakan semua ini atas dasar dendam dan sakit hati; ini karena dia terkejut dan ingin tahu. Mengapa setelah dua puluh tahun lebih dia ditelantarkan dan tiba- tiba wanita ini, wanita yang mengaku sebagai ibunya, tiba- tiba bertingkah seolah dia sangat perduli padanya.

 

“Tidak. Ini bukan hak, Han Sae-jin,” jelas suara itu lembut, “ini adalah kewajiban-ku.”

Sae-jin tertegun, menatap kabut putih di depannya dengan pikiran hampa.

 

Kembalilah, Han Sae-jin. Kau punya kebahagiaan yang menunggumu saat ini, dan tidak ada orang lain selain dirimu yang lebih pantas mendapatkannya.”

 

Semuanya berputar lebih cepat seiring dengan gema suara wanita itu—kemudian gelap.

 

*

Kyuhyun menatap daun- daun berguguran dari pohon tak jauh dari jendela ruangannya, menghela nafas pendek sambil mengganti pot bunga di jendela. Dia bisa mendengar bunyi beep familiar itu di belakangnya, atau mendengarkan penjelasan dokter pada keluarga pasien di samping ranjang Sae-jin. Ya, Kyuhyun sudah menghapalnya—dia bahkan bisa mengatakan apa yang dokter itu katakan dengan lengkap.

 

Karena dia mendengarnya nyaris setiap hari.

 

Sejauh ini tak ada perubahan berarti pada Sae-jin. Istrinya masih belum sadar dan terbaring tak berdaya di ranjang ini. Kabar baiknya adalah keadaan fisiknya sudah stabil. Sekarang tugas mereka adalah menunggu keajaiban.

 

“Mawar biru?”

 

Sebuah suara menyela lamunan Kyuhyun. Ia berbalik dan melihat seorang wanita tua memakai celemek biru muda yang bertugas untuk membersihkan ruangan ICU setiap sore. Wanita itu menatap mawar biru itu lagi dan tersenyum.

 

“Biasanya Tuan selalu memberikan mawar merah.” Komentar wanita itu polos.

 

Kyuhyun membalas senyumnya dengan simpul, mengatur bunga berwarna biru itu. Ini bunga buatan—tentunya, tidak ada bunga mawar berwarna biru alam di dunia ini, kecuali kau mencangkokkannya atau memberikan cairan berwarna biru itu pada bunga mawar dengan warna lain.

 

Karena itulah bunga mawar biru tersebut sering menjadi lambing keajaiban

 

Wanita itu sepertinya bisa membaca pikiran Kyuhyun; beliau tersenyum lalu mendekati ranjang tempat Sae-jin berbaring.

 

“Istri Anda sangat cantik, Tuan Cho,” ujarnya, “putri kalian juga.”

 

Karena sudah cukup lama berada di ruangan ini, para dokter, perawat, petugas kebersihan dan bahkan keluarga pasian yang lain sudah saling mengenal satu sama lain—mereka juga sering menjenguk putri Kyuhyun.

 

“Benar sekali,” komentar Kyuhyun, mengelus pelipis Sae-jin dengan lembut, “Dan aku sangat bersyukur karenanya.”

 

“Anda tahu, saya sudah bekerja dua puluh tahun lebih di ruangan ini—“ wanita tersebut terus memperhatikan Sae-jin, “dan yang aku saksikan adalah—keajaiban memang sering terjadi di tempat ini. Bisa sekarang, minggu depan, atau bulan depan. Yang perlu Anda lakukan hanyalah tidak menyerah dan terus berharap.”

 

Kyuhyun terdiam sejenak sebelum menjawab pelan. “Terima kasih.”

 

Wanita itu membungkuk kecil sebelum pergi meninggalkan Kyuhyun dan Sae-jin. Kyuhyun menghela nafas pelan, membungkuk dan menatap istrinya dalam- dalam sambil mengusap- usap pipinya lembut.

 

“Bangunlah, Han Sae-jin,” bisik Kyuhyun, mengecup dahi Sae-jin pelan. “Aku berjanji akan membelikanmu seribu boneka beruang—berapapun yang kau mau. Aku akan membahagiakanmu dan putri kita—sangat bahagia sampai otot- otot di wajahmu lelah karena selalu tersenyum. Kau boleh merajuk atau memarahiku kapan saja—aku berjanji. Kalaupun kau tidak bisa bangun sekarang, aku akan tetap di sini menunggumu sampai kau bangun—kau bisa bangun kapapnpun kau mau. Kau selalu menungguku dengan setia, tidak perduli betapa sering aku menyakitimu. Sekarang giliranku,” Kyuhyun mengecup pipi Sae-jin.

 

Aku mencintaimu, Han Sae-jin.”

 

Dan detik berikutnya Kyuhyun merasa dia sedang berhalusinasi.

 

Kelopak mata yang biasanya tenang itu bergetar, alis itu mengerut tipis—cuping hidungnya bergerak.

 

“S—Sae-jin,” bisik Kyuhyun, sedetik terpaku—tidak percaya dengan yang dilihatnya, memegang tangan gadis itu.

 

Jari- jemari gadis itu pun bergerak—awalnya hanya berupa gerakan kecil biasa, tapi kemudian gerakan itu menjadi semakin sering.

 

“D—dokter,” panggil Kyuhyun dengan kedua mata terpaku pada istrinya, “dokter!” panggilnya lagi dengan lebih keras.

 

Seorang dokter dan beberapa perawat segera berlari menghampirinya. “Ada apa—?” Tanya dokter tersebut tapi kemudian tertegun ketika melihat hal yang sama—mereka semua seolah terdiam melihat reaksi gadis yang hampir sebulan itu tergeletak tak berdaya di ranjang ruang ICU ini, bersama pasien- pasien koma lainnya.

 

Dan rasanya seperti keajaiban memang telah terjadi, karena berikutnya kedua kelopak mata itu terbuka, menampakkan sepasang bola mata cokelat gelap denga sorot mata hampa; mata gadis itu mengerjap- ngerjap bingung perlahan. Sementara suasana di sekitarnya hening dan diliputi ketegangan. Cho Kyuhyun masih menatap peristiwa di depannya dengan mata membelalak tak percaya.

 

“K—“ suara itu terdengar, “k—“ gadis itu mencoba mengatakan sesuatu dengan susah payah, “K—Kyuhyun?”

 

*

 

“Sejauh ini kondisinya stabil dan baik, tapi kami perlu melakukan observasi yang intensif padanya hingga memastikan bahwa Nyonya Cho telah pulih sepenuhnya dan bisa pulang,” ujar Dokter Kim, tersenyum ramah pada Sae-jin yang terbaring di tempat tidurnya, Cho Kyuhyun yang duduk di sampingnya sambil menggenggam tangannya, serta Kakek Han dan orang tua Kyuhyun yang duduk di sekeliling mereka, memperhatikan dengan saksama. Tiga hari setelah Sae-jin telah sadar penuh, akhirnya tim medis memutuskan bahwa dia sudah bisa dirawat di ruang perawatan biasa.

 

Dokter Kim membungkuk sebentar kemudian pergi meninggalkan ruangan diikuti para perawat di belakangnya. Kyuhyun kemudian menatap istrinya yang masih terlihat cukup lemah, lalu tersenyum.

 

“Sae-jin—ah, aku membawa sup ginseng ayam kesukaanmu. Aku sudah bertanya pada dokter, dan lagipula itu memang bagus untuk kesehatanmu.” Kata Kakek Han bersemangat, mengambil termos yang tadi diletakannya di atas meja makan berserta mangkok putih kecil. “Aku ingin tidur di sini tapi keadaan Kim Soo-gi semakin parah jadi aku harus menginap di tempatnya malam ini. Besok pagi aku akan datang lagi—“

 

“Kakek, kau harus beristirahat—“ protes Sae-jin dengan suara lemah dan kecil. Kyuhyun tidak berkomentar, hanya menatap istrinya dengan intens—seolah takut gadis itu akan hilang sekejap kalau dia berani menutup mata beberapa detik saja. Bagi Cho Kyuhyun ini seperti mimpi—beberapa hari yang lalu gadis itu tak sadarkan diri, membuat Kyuhyun nyaris tenggelam dalam rasa putus asa tapi sekarang ini dia berada di depannya, sadar penuh, dan baik- baik saja.

 

“Aku tidak apa- apa,” Kakek Han tersenyum meyakinkan, memegang tangan cucunya dengan lembut dan menepuknya pelan. “Jangan khawatirkan aku. Jagalah kesehatanmu dan cicitku, mengerti?”

 

Cicit. Kyuhyun tersenyum mendengarnya.

 

Beberapa menit kemudian Kakek Han pergi, diikuti dengan orangtua Kyuhyun yang harus menghadiri acara pernikahan. Suasana menjadi hening ketika tidak ada lagi orang di ruangan itu selain mereka berdua.

 

“Aku baik- baik saja,” bisik Sae-jin geli, “kau tidak perlu terus- terusan menatapku seperti itu.”

 

“Aku tahu,” balas Kyuhyun dingin, “aku hanya sedang mensyukurinya saja.”

 

Pipi Sae-jin kontan merona merah. Dasar orang ini—batin Sae-jin. Gadis itu berdehem kecil untuk mengalihkan rasa malu yang menjalari tubuhnya saat ini dengan menatap ke jendela di luar sana, tahu bahwa Cho Kyuhyun menolak untuk mengikuti sarannya. Sejak sadar dari tidur panjangnya beberapa hari yang lalu, Kyuhyun sedetik pun tidak pernah beranjak dari sisi Sae-jin; menatapnya setiap detik lalu memegang tangannya. Satu- satunya yang membuat Kyuhyun pergi adalah ketika dia harus ke kamar mandi, atau pergi mengunjungi putri mereka.

 

Putri mereka.

 

“Dia bisa pindah hari ini kan?” Tanya Sae-jin, “putri kita…”

 

Kyuhyun mengangguk dan tersenyum simpul. “Agar kau bisa gampang menyusuinya. Ngomong- ngomong ada yang perlu aku negosiasikan dengannya soal itu—“ kata Kyuhyun serius dengan alis mengerut.

 

“Yah!” jerit Sae-jin ngeri. Bisakah manusia ini tidak mesum sehari saja?

 

Kyuhyun tertawa geli. Ya, istrinya baik- baik saja. Istrinya telah kembali. Mengingat hal itu Kyuhyun sontak berdiri, mendekati istrinya dan mencium keningnya dengan penuh sayang. Sae-jin menatap suaminya lagi ketika Kyuhyun kembali duduk. Tidak ada yang berubah dengan pria itu—wajahnya tetap tampan, hanya saja dia terlihat lebih kurus… dan lelah; kantong matanya juga tidak pernah terlihat sejelas ini. Sudah berapa lama dia tidak beristirahat? Kakek Han berkata bahwa selama sebulan ini Kyuhyun jarang sekali tidur karena dia takut terjadi sesuatu pada Sae-jin. Berapa berat beban dan penderitaan Kyuhyun selama ini karena dirinya?

Tangan Sae-jin terangkat pelan dan seolah tahu apa yang dia inginkan, Kyuhyun segera menurunkan kepalanya agar gadis itu bisa menyentuh wajahnya.

 

“Kenapa kau kurus sekali?” bisik Sae-jin sedih.

 

Kyuhyun tersenyum lemah.

 

“Apa kau merindukan masakanku?”

 

Kyuhyun mendengus kecil. “Tentu saja—tapi kau tidak boleh memasak untuk beberapa bulan ke depan. Yang kau perlukan hanyalah beristirahat dan menjaga kondisimu serta mengurus putri kita—dan itu bukanlah permintaan, Han Sae-jin,” Kyuhyun menambahkan ketika mendengar erangan kecil dari Sae-jin. “Kesehatanmu dan putri kita yang paling penting saat ini—dan ngomong- ngomong, sudahkah kau memikirkan namanya?” Kyuhyun tidak ingin membahas masalah nama dengan Sae-jin tiga hari ini karena mereka sedang fokus pada masa pemulihannya.

 

Sae-jin mengangguk. “Kau?”

 

“Untuk anak pertama kita, aku akan memberikan hak padamu sepenuhnya.”

 

Pipi Sae-jin kembali memerah ketika mendengar kata ‘anak pertama’. Apakah itu artinya Kyuhyun berencana untuk memiliki beberapa anak bersamanya? Apa itu artinya dia ingin agar Sae-jin hidup bersama selamanya dengannya? Apakah itu artinya—

 

“Jangan berpikir terlalu mesum, itu bisa mempengaruhi kesehatanmu.”

 

“Siapa yang berpikir mesum?” kilah Sae-jin malu.

 

Kyuhyun tersenyum. “Baiklah, mari kita dengar hasil dari pikiran istriku yang mereka bilang jenius ini—“

 

“Cho Hanna.”

 

Kyuhyun tertegun. “Hng?”

 

“Cho Hanna.” Ucap Sae-jin malu- malu, “Karena itu mengingatkanku pada bunga, atau sesuatu yang satu.” Gadis itu sedikit menerawang, seolah benar- benar membayangkan arti dari nama itu, “bukankah kita bersama berkat dia?”

 

Kyuhyun terdiam, berpikir sejenak, lalu menatap istrinya lembut. “Memang sudah takdir kita untuk bersama, Han Sae-jin.”

 

Sae-jin menengadah dan menatap suaminya.

 

“Tapi aku juga suka dengan nama itu.” Kata Kyuhyun, membenarkan posisi selimut Sae-jin agar gadis itu merasa hangat. “Sederhana tapi anggun dan cantik. Seperti istriku.”

 

Sae-jin mengalihkan tatapannya dan tersenyum malu. Sepertinya semenjak dia sadar, Kyuhyun memutuskan untuk terus mengatakan hal- hal aneh yang akan membuat istrinya ini salah tingkah, dan juga geli. Gadis itu termenung menatap tangan Kyuhyun yang seolah tak ingin sedetik pun melepaskan tangan Sae-jin dari genggamannya. Bukankah sangat aneh bahwa beberapa bulan yang lalu—bahkan belum genap setahun—mereka hanyalah dua orang asing yang tidak saling mengenal satu sama lain—well, Sae-jin tahu Kyuhyun karena dia adalah penggemarnya… tapi dia tidak mengenalnya.

 

Terkadang dia mengira dia sedang bermimpi…

 

Dan terkadang dia berpikir bahwa bila ini mimpi, ada baiknya dia tidak pernah bangun lagi.

 

“Apa yang sedang kau pikirkan?” Tanya Cho Kyuhyun yang menyadari diamnya Sae-jin. Saat ini dia harus lebih sigap dan perhatian—dia harus memastikan kondisi istrinya baik- baik saja, sementara gadis itu selalu bersikap seolah dia baik- baik saja.

 

Sae-jin perlahan mengalihkan tatapannya dari tangan Kyuhyun ke wajahnya.

 

“Aku hanya sedang berpikir bahwa…” Sae-jin menyunggingkan senyum kecil, “Mungkin Tuhan memang sangat menyayangiku—Dia hanya memintaku untuk bersabar sebentar.”

 

Kyuhyun menatap Sae-jin, sesaat berfikir kemudian menyunggingkan senyum lembut pada istrinya, pelahan berdiri dan kembali menempelkan bibirnya di pelipis gadis itu dengan lembut—seolah ingin memastikan bahwa tidak adapun gerakan yang bisa melukai Sae-jin, lama, dan dalam. Dia sangat merindukan kehangatan yang hanya bisa didapatkannya dari tubuh Sae-jin, istrinya. Tapi untuk saat ini dia hanya akan berpuas diri dengan sentuhan- sentuhan kecil tapi sangat berarti ini. Ya, Cho Kyuhyun tidak pernah menyadari betapa sentuhan sederhana seperti ini bahkan bisa menimbulkan sapuan perasaan dan sensasi yang sangat menyenangkan.

 

“Tuhan juga sangat menyayangiku—“ bisik Kyuhyun di telinga istrinya, “Dia hanya memintaku untuk tidak pernah menyerah,”

 

Suara pintu kamar yang diketuk memecahkan suasana intim di sekitar mereka. Keduanya menatap ke arah pintu dan tersenyum lebar melihat seorang perawat yang berjalan masuk sambil memeluk seorang bayi kecil yang dibungkus dengan kain berwarna soft pink bermotifkan bunga- bunga, diikuti dua orang perawat di belakangnya; keduanya tersenyum pada Sae-jin dan Kyuhyun.

 

“Oh, Cho Hanna sudah datang,” ujar Kyuhyun.

 

*

 

“Donor hati?” Tanya Sae-jin terkejut—sedikit berbisik agar tidak mengganggu putri mereka yang saat ini sedang tertidur tenang di ranjang bayi yang sudah dipersiapkan untuknya.

 

Kyuhyun mengangguk pelan sambil menggoyang- goyangkan sendok di gelas kaca berisikan susu milik Sae-jin, kemudian berjalan menghampiri istrinya di sofa. “Habiskan,” pintanya pelan. Sae-jin mengangguk lalu meneguk susunya secepat yang dia bisa karena jelas dia tidak sabar untuk mengetahui kisah selanjutnya. Suaminya memang tidak langsung memberitahukan segalanya padanya dan dia mengerti—Kyuhyun hanya ingin agar situasi mental dan fisik Sae-jin siap ketika menerima semua informasi yang terjadi selama dia tidak sadarkan diri.

 

Kyuhyun mengangguk. “Dia sangat ingin menghubungimu tapi… kalian berdua masih dalam masa pemulihan jadi… aku yang memintanya untuk menunggu—maafkan aku,”

 

Sae-jin menggelengkan kepala. “Tidak—terima kasih,” ucapnya setelah menyelesaikan susunya, meletakkan gelas di depannya. “Syukurlah…” bisik Sae-jin pelan sambil melamun. Kyuhyun melirik istrinya—kembali merasakan perang yang sejak beberapa hari terjadi dalam benaknya setiap kali memikirkan tentang hal ini.

 

Haruskah dia memberitahu Sae-jin yang seharusnya?

 

Ataukah menyimpan ini untuk sementara?

 

Tapi gadis itu berhak tahu semuanya, dan tidaklah adil bila Kyuhyun terus memperlakukan Sae-jin sepert ini padahal dia tahu gadis itu sangat kuat dan tegar.

 

O—Oppa,” gumam Sae-jin pelan, seperti tersadar akan sesuatu yang beberapa hari ini sempat dilupakannya, “tapi… apa kau tahu… siapa pendonornya?” Tanya gadis itu hati- hati, seolah belum benar- benar siap mendengarkan jawabannya.

 

Kyuhyun menengadah, menatap Sae-jin yang duduk di seberangnya. Sorot mata istrinya terlihat aneh… dia tidak terlihat penasaran, tapi lebih seperti ingin memastikan.

 

Dan itu membuat Kyuhyun lebih ragu untuk mengatakannya. Ini Han Sae-jin, dia terlalu pintar untuk tidak merasa curiga. Kyuhyun bahkan terkadang merasa gadis ini sebenarnya sudah tahu—entah bagaimana caranya, dan dia hanya belum siap untuk mempercayai kenyataan itu.

 

“Tidak apa- apa,” bisik Sae-jin lembut, “katakan saja.”

 

Alis Kyuhyun mengerut—memutar otak agar bisa menemukan cara yang cepat untuk mengatakan yang sesungguhnya tanpa membuat istrinya terkejut dan mengganggu kondisinya. Tapi dia tahu—sudah saatnya Sae-jin mengetahui segalanya tentang masa lalunya, tentang kebenaran yang seharusnya dia ketahui sejak dulu, tentang orang tuanya.

 

Dan bagaimana keadaan mereka.

 

“Lee Sunjin.” Ucap Kyuhyun cepat, mencoba terlihat tenang.

 

Mata Sae-jin yang memang sudah terbuka lebar sejak tadi, semakin melebar—meskipun anehnya gadis itu tidak kelihatan terkejut. Tapi di saat yang bersamaan, gadis itu seolah tidak berharap mendapatkan jawaban itu. Keheningan yang menegangkan meliputi mereka—satu- satunya yang bisa mereka dengarkan adalah bunyi musik pengantar tidur pelan yang sengaja diputar Sae-jin untuk Hanna, putri mereka.

 

Sae-jin menghela nafas berat, mengalihkan tatapannya pada pot bunga di depannya.

 

“Kanker otak. Dan dia tidak pernah membiarkan siapapun tahu keadaannya.” Kyuhyun menatap pot bunga itu juga dengan tatapan yang sama. Dia melirik Sae-jin yang kini masih kelihatan terpukul, menatap tanaman itu dengan berkaca- kaca. Baiklah, ini mulai terasa tidak benar.

 

“Sae-jin…” panggil Kyuhyun pelan dan berhati- hati.

 

“Dia ibuku, kan?”

 

Kali ini giliran Kyuhyun yang terkejut. Tidak—dia tidak begitu terkejut karena dia percaya akan kepintaran Han Sae-jin—hanya saja dia tidak menyangka Sae-jin akan menyebut Lee Sun-jin dengan sebutan… ibu?

 

“Ya.” Jawab Kyuhyun dingin. “Benar.”

 

Hening sejenak.

 

“Ayahku,” ucap Sae-jin pelan, “aku aku boleh menghubunginya?”

 

Kyuhyun yang sedari tadi tidak sedetikpun mengalihkan tatapannya dari istrinya, berdehem dan mengangguk perlahan. “Tentu.”

 

*

 

 

“Dari semua nama,” ucap Kris Wu dengan tatapan tidak percaya, “begitu banyak nama di dunia ini, nama yang modern dan menarik—kau memilih nama Hanna?”

 

“Memangnya kenapa dengan nama itu?” Tanya Sae-jin dingin, mengunyah roti sandwich yang dibawakan sahabatnya itu dengan tatapan membunuh.

 

“Maksudku—“ Kris mengerutkan alis tebalnya, menatap bayi kecil yang menggeliat pelan dalam pelukannya. “Entahlah, tapi aku sudah jarang mendengar nama itu—“

 

“Nama itu bagus dan sederhana—aku tidak suka nama yang lain.” Ujarnya, “Lagipula itu putriku, jadi terserah aku mau memberinya nama apa—“

 

“Aku tahu, aku tahu, jangan keluarkan taringmu,” balas Kris lagi, kemudian mengembalikan tatapannya pada makhluk kecil menggemaskan yang sekarang membuka matanya. Matanya yang berwarna cokelat gelap—seperti mata ibunya. Dan tanpa sadar Kris tersenyum.

 

Bayi ini sangat cantik. Terlalu cantik malah.

 

Sae-jin hanya memperhatikan itu dalam diam dan senyum lebar yang terpampang di wajah cantiknya. Selama belasan tahun bersahabat dengan Kris, dia tidak pernah menyangka suatu hari akan melihat pemandangan seperti ini—Kris Wu yang memeluk seorang bayi kecil dengan ekspresi lembut; dan dia bahkan sangat mahir melakukannya. Hanna bisa beristirahat dengan tenang dalam pelukannya.

 

“Terima kasih,” gumam Sae-jin pelan. “Kyuhyun sudah menceritakan padaku apa yang terjadi.”

 

“Dia menceritakannya?” Alis Kris mengerut kembali.

 

“Tidak apa- apa, aku toh sudah sehat. Lagipula itu sudah menggangguku selama beberapa hari ini—aku ingin tahu siapa yang menembakku dan apa alasannya.” Kata Sae-jin, sedikit menerawang kemudian bertanya. “Bagaimana kabarnya?”

 

Kris terdiam. Ya, dia tahu Sae-jin akan menanyakannya. Daripada sibuk mengutuknya, Sae-jin malah akan berpikir bagaimana keadaan orang yang sudah berusaha membunuhnya dan putri mereka. Itu hanyalah sifat naturalnya.

 

“Entahlah.” Jawab Kris dingin, “aku sudah tidak berhubungan dengan penyidik jadi…”

 

Han Sae-jin tidak mudah dibohongi, Kris tahu itu. Tapi di saat bersamaan dia tahu Sae-jin akan menyerah dan berpura- pura percaya karena naluri gadis itu mengatakan bahwa pembicaraan ini tidak seharusnya dilanjutkan.

 

Hanya saja Kris tidak ingin Sae-jin tahu kenyataannya.

 

Bahwa Shin Sae-ryung telah meninggal karena bunuh diri tepat sehari sebelum sidangnya dimulai.

 

“Ngomong- ngomong,” suara Sae-jin kembali ceria, jelas ingin menghapus suasana yang tidak menyenangkan itu, “katakan saja oke atau tidak.”

 

“Hng?”

 

“Katakan saja, oke atau tidak.”

 

“Oi bayi, kau punya ibu yang gila,”

 

“Katakan saja,” desak Sae-jin tidak sabar.

 

“Baiklah.” Kata Kris menyerah, “Oke.

 

Dan gadis itu tersenyum. “Selamat Mu Yifan, kau adalah ayah baptis dari putriku.”

 

*

 

ad

“Kami pulang,”

 

Cho Kyuhyun meletakkan koper berukuran besar di samping sofa, tersenyum melihat istrinya berjalan mengelilingi ruang keluarga sambil menggendong Hanna di pelukannya. Ya, dia juga sangat merindukan rumah.

 

Tidak ada yang berubah dengan rumah mereka; ibu Kyuhyun dan Ahra membersihkan rumah sebaik mungkin serta mengganti seprai tempat tidur dengan yang baru, terlebih lagi kamar Hanna yang kini terhubung dengan kamar orangtuanya. Tuan Cho membantu memasang kamera di kamar Hanna agar Kyuhyun dan Sae-jin bisa memantau keadaannya bila putri mereka tidur di kamarnya.

 

Kyuhyun menghela nafas. Beberapa minggu yang lalu dia sempat bergidik ngeri membayangkan bahwa Sae-jin tidak akan bersama lagi dengannya dan rumah ini akan terasa sangat hampa. Tapi lihatlah sekarang—gadis itu bersama dengannya, sehat, dan menggendong putri kecil mereka.

 

Tidak ada lagi yang lebih menyenangkan selain pulang ke rumah.

 

“Kau suka dengan kamar Hanna?” Tanya Kyuhyun, mengikuti langkah hati- hati istrinya setelah keluar dari kamar Hanna, menyusuri lorong menuju ke kamar mereka. Dia harus mengakui ini adalah keputusan yang sangat tepat. Dia mencintai putrinya, tentu saja, makhluk kecil yang sedang tertidur dalam pelukan ibunya itu praktis adalah alasannya hidup sekarang. Jiwa dan raganya. Tapi tetap saja… dia membutuhkan waktu berdua dengan ibu Hanna…maksudnya, Hanna bisa saja membutuhkan adik—

 

Dug. Kyuhyun baru saja menubruk pintu lemari kamarnya.

 

“Kau melamun sambil berjalan?” Tanya Sae-jin dengan tatapan menghakimi. “Astaga, kau benar- benar mengenaskan, Cho Kyuhyun.”

 

Kyuhyun tidak berkomentar, sedikit setuju dengan perkataan istrinya.

 

“Bibi sudah menyiapkan makanan di meja. Sampai beberapa bulan ke depan akan seperti itu—jadi jangan protes—“

 

“Aku tahu… aku tahu…” sambung Sae-jin, duduk di pinggir ranjang. “Ngomong- ngomong, Leeteuk oppa dan yang lainnya akan kemari kan?”

 

Kyuhyun mengangguk. “Setelah latihan.” Ia mengikuti istrinya duduk, lalu memperhatikan gadis cantik itu bersama bayi mereka. Sae-jin mengelus- elus dahi Hanna dan mengecupnya pelan, membisikkan sesuatu sambil bergerak- gerak pelan agar putri mereka tertidur dengan nyaman. Siapa yang berani meragukan gadis itu? Dia benar- benar akan menjadi ibu yang sangat hebat.

 

Terkadang Kyuhyun berpikir kebaikan apa yang pernah dia perbuat hingga Tuhan memberikannya Han Sae-jin sebagai pendampingnya, serta bayi rupawan seperti Cho Hanna untuk menjadi putrinya. Rasanya seperti dia pernah menyelamatkan sebuah Negara atau semacamnya..

 

“Aku mencintaimu, Han Sae-jin.” Kata Kyuhyun dengan suara datar dan nada dingin khas-nya, menatap gadis itu.

 

Aku tahu.” Kata istrinya santai, masih menatap putri mereka, tapi kemudian menatap Kyuhyun dan tersenyum lembut. “Aku juga.”

 

Kyuhyun tertawa geli, mencium bibir istrinya. Baiklah, ini Han Sae-jin. Beginilah Han Sae-jin yang dia tahu, dan dia cintai. Ketika gadis itu datang menghampirinya yang sedang mabuk, bertanya bagaimana keadaannya. Ketika gadis itu juga datang kepadanya mengambil dompetnya yang tertinggal. Ketika gadis itu memberitahukan Kyuhyun bahwa dia hamil. Ketika mereka memutuskan untuk menikah, ketika mereka menjalani hari- hari yang penuh dengan kejadian itu di tempat ini. Ketika gadis itu menangis di pelukannya, atau ketika gadis itu memeluknya setiap malam setelah Kyuhyun menjalani hari yang berat.

 

Han Sae-jin memang ditakdirkan untuknya.

 

Dan Kyuhyun berjanji selamanya akan seperti itu.

 

“Ngomong- ngomong,” kata Kyuhyun setelah mencium bibir Sae-jin, “Ada yang harus kutunjukkan padamu.”

 

“Hng?”

 

*

 

July 2016

 

Seorang pria berdiri tegap di depan sebuah pusara, tangan sebelahnya menggenggam sebuah buket bunga warna merah jambu ukuran besar dengan beberapa jenis bunga cantik di dalamnya, sementara yang satu lagi menggenggam tangan mungil seorang gadis kecil. Selama beberapa menit tidak ada dari mereka yang mengeluarkan suara; pria tersebut masih menatap ukiran rapi di batu nisan sementara gadis kecil di sampingnya menatap bingung ‘benda asing’ di depannya sambil menggaruk- garuk hidung dengan heran.

Appa?” suara kecilnya yang nyaring memecah keheningan di pekuburan tersebut, membuat ayahnya bergidik.

 

Ekspresi dingin dan hampa di wajah ayahnya melembut ketika dia menoleh ke arah gadis kecilnya.

Peyuk.” Tuntut gadis kecil itu dengan kalimat yang masih belum begitu jelas, membuat ayahnya tertawa. Setiap hari gerak- gerik lucu gadis kecil itu seperti hiburan paling ampuh dalam hidupnya setiap hari.

 

“Tunggu sebentar yah,” kata ayahnya lembut, kembali memperhatikan pusara di depannya sambil berlutut. Pria itu meletakkan buket bunga yang dipegangnya sedari tadi di atas pusara, bergabung dengan beberapa buket- buket bunga kecil lain. Sepertinya dia baru saja melewatkan sebuah ‘upacara’ yang tidak dia ketahui?

“Maaf, akhir- akhir ini kami jarang mengunjungimu,” kata pria itu lembut dengan penuh penyesalan. Putri kecil di sampingnya hanya menatap pusara di depan mereka dengan bingung—kepada siapa ayahnya bicara? Ia hanya menggenggam erat tangan ayahnya karena entah mengapa, sepertinya ayahnya sedang tidak senang…

 

“Hanna sekarang berumur 2 tahun.” Ayahnya juga menggenggam tangannya lebih erat dan menatapnya sebentar dengan penuh kasih sayang. “aku tidak ingin terdengar sombong tapi dia adalah gadis kecil paling cantik rupawan yang pernah aku lihat di dunia ini,” pria itu tertawa, “mungkin itulah yang dirasakan semua ayah tentang putri mereka,”

Hanna menatap ayahnya, tidak mengerti dengan apapun yang dikatakan beliau tapi sepertinya ayahnya baru saja menyebut namanya dan terlihat senang dengan itu—maka Hanna juga harus senang.

Well, memang tidak ada yang salah dengan kalimat ayahnya. Memang tidak ada yang aneh atau berbeda dengan Cho Hanna; dia seperti anak- anak pada umumnya. Hanya saja, Cho Hanna diberkati dengan rupa yang sangat mengagumkan; membuatnya selalu terlihat lebih menonjol daripada teman- teman sebayanya. Sekarang saja dia terlihat sangat menggemaskan dengan rona merah di kedua pipinya.

 

Ekspresi bahagia di wajah ayah Hanna kembali berubah menjadi kesedihan ketika beliau menyentuh pusara itu dengan pelan.

“Terima kasih banyak… atas semuanya,”

 

“Eomma!” Hanna menunjuk seseorang di belakang Kyuhyun, membuatnya berpaling dan tersenyum ketika melihat istrinya berjalan mendekatinya bersama dengan ayah mertuanya. “Harabeoji!!!” begitu melihat kakeknya, Hanna segera melepaskan pegangan tangannya dari ayahnya lalu berlari menyambut kakeknya.

 

Tuan Yoon tertawa dan berlutut, memeluk cucunya dan mencium puncak kepalanya sebelum kemudian menggendong Hanna, mendekati pusara di dekat tempat Kyuhyun dan Hanna berdiri.

 

Lee Sun-jin.

 

“Aku juga baru saja tiba,” kata Kyuhyun lembut pada istrinya, “kupikir kalian akan tiba lebih lama?”

 

“Dokter kandungannya datang lebih cepat,” ujar Tuan Yoon.

 

“Benarkah?” Kyuhyun menatap istrinya. “Jadi, apa jenis kelaminnya?”

 

“Rahasia.”

 

“Ya, Han Sae-jin—“

 

“Jangan memaksa putriku. Dia punya hak untuk tidak memberitahumu jenis kelamin anak kalian.”

 

“Abbeoji—“ protes Kyuhyun tidak percaya.

 

“Jangan ribut. Kita sedang berada di pekuburan.” Tegur Sae-jin lembut, menatap pusara di depannya dalam diam.

 

*

Agustus, 2014

“Ngomong- ngomong,” kata Kyuhyun setelah puas mencium bibir Sae-jin, “Ada yang harus kutunjukkan padamu.”

 

“Hng?” Tanya Sae-jin, mencoba terkesan tenang, meskipun hatinya dipenuhi gemuruh dan panas yang membakar kedua pipinya.

 

Sepertinya butuh sedikit pertimbangan bagi Kyuhyun—dia juga tidak ingin membunuh mood menyenangkan yang baru saja mereka berdua ciptakan. Tapi kemudian Kyuhyun memutuskan untuk tidak menundanya lagi. Dia sudah menyembunyikan ini cukup lama—dan Han Sae-jin berhak tahu yang sebenarnya.

 

“Beberapa minggu yang lalu, Nyonya Lee—“ Kyuhyun memperhatikan raut wajah Sae-jin, memastikan bahwa dia bisa melanjutkan perbincangan ini, “Dia memintaku mengurus masalah pendonoran itu—dia juga menitipkan sebuah surat… untukmu.”

 

“Surat?” entah mengapa Kyuhyun tidak melihat kemarahan di sorot mata istrinya yang sering dia lihat setiap kali mereka membicarakan wanita yang telah melahirkannya tersebut. Justru… dia melihat sebuah kilat pengharapan. “Untukku?”

 

Kyuhyun mengangguk pelan. “Semua yang ingin dia katakan padamu tapi tak sempat dia katakan—“ Kyuhyun mendengus sedih, “semuanya tertulis di surat itu.”

 

Sae-jin tidak menjawab.

 

“Kau bisa membacanya kapanpun kau siap. Kau tidak harus membacanya sekarang—“

 

“Tidak.” Jawab Sae-jin pelan. “Aku ingin membacanya sekarang.”

 

*

July, 2016

 

“Ayo pulang, langit sudah mulai gelap.” Ujar Tuan Yoon, masih menggendong cucunya yang sekarang sibuk mengusap- usap matanya karena mengantuk. Sae-jin dan suaminya mengangguk. Sae-jin menatap pusara ibunya kembali selama beberapa detik sebelum mengikuti ayahnya dengan Cho Kyuhyun di sampingnya, meletakkan tangannya di pinggang istrinya untuk menjaganya agar tidak terjatuh.

 

Untuk putriku,

Han Sae-jin.

 

Apakah aku boleh memanggilmu seperti itu?

 

Aku sangat ingin memanggilmu putriku, dan membiarkan semua orang mendengarnya. Tapi aku tahu—aku tidak berhak melakukannya. Yang kulakukan padamu sangat menyakitkan—terlalu menyakitkan malah, hingga berfikir untuk meminta maaf padamu saja aku ngeri.

 

Tapi, aku tetap ingin melakukannya.

 

Maafkan aku, Han Sae-jin.

 

Saat itu aku tidak sekuat dirimu. Yang kumiliki di dunia ini hanya diriku sendiri—dan hanya aku harapan diriku sendiri. Saat itu pikiranku kalut dan kebingungan. Bagaimana aku bisa menghidupi diriku sendiri dan juga dirimu, seorang bayi kecil tak berdosa—kau sangat cantik dan sempurna Sae-jin, kesalahanmu hanyalah karena memiliki seorang ibu sepertiku.

 

Tapi ketahuilah, semenjak saat itu tidak ada seharipun aku lewatkan tanpa menyesalinya.

 

Dan bila waktu bisa diputar kembali, aku akan mengubah semuanya. Aku akan mengambilmu, merawatmu penuh dengan kasih sayang—dan mengatakan padamu setiap hari bahwa kau adalah hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidupku. Dan aku tidak akan membiarkan orang lain melukaimu.

 

Tidak ada yang bisa kulakukan untuk memperbaikinya. Tapi setidaknya hanya inilah yang bisa kulakukan untukmu—dan juga untuk ayahmu. Aku telah memisahkan kalian terlalu lama, apapun akan kulakukan untuk menebusnya.

 

Hiduplah berbahagia, Sae-jin. Bersama suamimu, dan anak- anak kalian.

 

Seandainya aku punya sedikit saja keberanian dan ketegaran dari yang kau miliki saat ini.

 

Mungkin saat ini hidup kita akan berbeda.

 

Tapi setidaknya aku telah bertemu denganmu, melihatmu menikah, memiliki seorang putri, dan hidup bahagia. Bagiku itu sudah cukup membuatmu pergi dengan tenang.

 

Aku sangat bangga padamu, Han Sae-jin.

 

Dari yang mencintaimu,

 

Eomma.

 

263 thoughts on “The Story of Bear Family (FINAL)”

  1. Daebakk eonni…kirain sad ending soalnya sempat baca spoilernya
    Aku sangat sabar nunggu endingnya
    Makasih eonni

  2. Aaaaaa berasa masih kurang hehe. Momen mereka di akhir2 maksudnya. Masih gak mau pisah sama mereka. Bagus banget ceritanya. Feelnya, alurnya. Buset, 2 tahun udah hamil lagi. Btw, Sunny gimana ya nasibnya? Kris? Keluarga Tuan Yoon apa menerima Saejin? Nyonya Lee juga? Keren banget pokoknya! Gara2 ini jadi gimana gitu sama Kyuhyun. Gak cuma ini aja sih, semua ff2 author tentang Kyuhyun buat aku suka. Padahal aku bukan sparkyu wkwk. Ditunggu karya selanjutnya. Ubek2 yg lain dulu deh. Mohon ijin~

  3. bener-bener cerita yang menurutku sangat menguras emosi dan pikiran. endingya juga enggak ketebak, pas baca part sebelum ini kayak udah yakin sad ending, eh ternyata enggak (eh sad juga sih ditinggal orang yang kita sayang huhu). karya-karya selalu keren pokoknya 😘

  4. Daebak eonni!! 👏👏
    Gak nyangka nunggu selama ini, hasilnya memuaskan wohoooo.. tapi masih pengen momen2 kyuhyun saejin nya banyak😔😔
    Btw eonni, aku punya saran gimana kalo ini cerita nya ke wattpad in? Dengan karakter barat2 gitu, atau emg masih kyuhyun saejin juga bisaa.. kek nya bakal seru tuh eonnii..
    Sekali lagi daebak! Sukses terus buat eonni, dilancarkan segalanya, doa terbaik untuk eonni😁👏👏

  5. Bisa di bilang aku terlambat mengetahui ff hebat ini ,, dari awal membaca rasanya aku bisa membayangkan bagaimana sae jin yang pemalu dan tertutup , membayangkan seorang mahasiswa kedokteran kutu buku jenius sederhana dgn kehidupan berlikunya , setelah membaca smp entah di chapter brpa aku sadar bahwa penulis juga sma hallu nya dengan semua orang yang berkunjung dan menikmati sajian cerita melow drama romantis ini ,, krn aku yakin penulis menempatkan dirinya sebagai haejin😂😂

    Tapi sungguh dengan tulus aku katakan “aku mengagumi side job mu (anggap kita seumuran dlu😂) sebagai penulis ff dari pada job sbg dokter.

    Orang-orang yang pintar merangkai kata , membuat imajinasi berjalan-jalan kala kami membaca ceritanya ,, itu definisi jenius versi aku ,
    Selamat!!!! Cerita ini berhasil membuat aku bermalas2an di atas ranjang 2 harian karna tidak ingin menyia2 kesempatan untuk segera memgetahui endingnya ,,

    Aku belum baca ff lain yang sedang anda tulis ,, tapi aku akan jadi pengikut setia blog ini (untuk saat ini) dan mungkin aku maraton ulang this story smp aku bosan

    Gamsahamnida🙏

  6. Ending yg mengharukan.
    Saya baru nemu blog ini. Dan baru baca 1 judul ini. Tp aku suka bgt sm tata bahasa yg kak author pake. Alurnya pas.
    Semangattt buat menulisnya nanti.
    💖💖💖

  7. Bolak balik baca cerita yg ini
    Dari part 1 sampai part final
    Tetep aja ga da puas nya
    Baca lagi
    Baca lagi
    Cerita nya benar” bagus
    Seolah” kejadiannya benar” ada
    Han saejin
    Cho kyuhyun
    😍😍😍

  8. Terimakasih tidak menghapus FF atau memprivasi, aku ngikutin FF dari Aku masih SMA (2012) sampe sekarang I have 1 son , finaly ak mo bilang “so proud of you” dan berterimakasih telah bersusah payah menyelesaikan ceritamu yg bagus ini. semoga sll diberi imajinasi yang briliant dan sll berkarya… aku sll jadi stalker di wordpressmu penggemar rahasia

  9. Hallo Kak,

    Sekarang aku baru aja lulus kuliah, lebih tepatnya berhasil lolos dari dunia perkuliahan meskipun ditengah pandemi. Hehehe. Beberapa hari ini aku lagi sering menikmati waktu-waktu sendiri… Dan kemarin, secara random, aku teringat akan cerita keluarga beruang ini😄 Fanfiction yang mulai aku baca dan ikutin sejak aku masih duduk di kelas 2 SMA dan baru selesai saat aku sudah masuk kuliah. Kemarin aku kembali mencoba untuk baca ulang cerita ini, dan ternyata perasaanku ketika baca masih sama. Seperti naik roller coaster hahahaa. Atau mungkin karna memang tulisan kakak yang benar-benar bisa membuat orang yang baca jadi tersihir?😅 Intinya, terima kasih banyak sekali lagi karna sudah menulis TSOBF ya kak. Semoga kakak masih merasa nyaman untuk menulisㅡ bahkan untuk sekedar melepas penat. (*^^*)//

  10. Ka aku balik lagi kesini buat ngulang semua cerita Saejin & Kyuhyun. Ngga kerasa Ff TSOB udah berakhir 3th yang lalu 🤗
    Ini bener” ff terbaik yang pernah aku baca, ff ini juga yang nemenin aku dimasamasa SMA dulu 😁
    Sampe saking sukanya aku sama kaka, aku dulu sampe ngikutin beli parfum aroma vanilla & lemon,. Karna dulu kaka pernah bilang di tw kalo kaka suka aroma vanilla dan lemon.

Leave a reply to nieadrian Cancel reply