Novel, Romance, Uncategorized

The Story of Bear Family; Part 29

 

Title: The Story of Bear Family; Part 29

Character: Cho Kyuhyun

Kris

Han Sae-jin

Malam ini terasa sangat berbeda dari malam- malam sebelumnya untuk Yoon Dae-jo. Meskipun pada kenyataannya, dia kembali menghabiskannya dengan cara yang sama seperti sebelumnya. Duduk termenung di ruangan kerjanya yang megah; menatap gedung- gedung pencakar langit di hadapannya serta langit yang gelap dan tak berbintang; dia bisa mendengar suara- suara bising mobil di bawah sana yang semakin lama berangsur- angsur berkurang. Di meja kerjanya yang panjang, menumpuk dokumen- dokumen yang harus dia tanda tangani dan pelajari untuk presentasi pada rapat pemegang saham besok yang seharusnya dijadwalkan untuk hari ini tapi ditundanya.

Sebuah senyum bahagia tersungging di wajahnya yang terlihat lelah. Ya, malam ini akhirnya dia bisa tersenyum kembali; dan akhirnya dia bisa bernafas lega, membuang seluruh beban dan perasaan bersalah yang mengikatnya selama ini. Dan karena putrinya mau menerima kehadirannya. Tidak ada yang lebih baik dari itu—bahkan dari segala kabar baik yang dia dengar selama beberapa tahun terakhir ini.

Han Sae-jin mau menerima kehadirannya.

Pria paruh baya itu menatap ponselnya sejenak, mempertimbangkan apakah harus menghubungi Sae-jin dan menanyakan kabarnya karena ternyata gadis itu tadi kabur dari rumah sakit. Dae-jo nyaris menekan tombol ‘menghubungi’ tapi jarinya terhenti. Dia tidak ingin memaksakan segalanya pada Sae-jin; biarlah semuanya berjalan apa adanya. Sedikit banyaknya dia telah mempelajari karakter putrinya yang mirip dengannya; tidak suka dipaksa dan terburu- buru. Lagipula, toh ada Cho Kyuhyun, suaminya. Meskipun Dae-jo masih berpendapat Cho Kyuhyun adalah seorang pria angkuh tapi jauh di lubuk hatinya dia percaya.

Tidak ada pria yang lebih baik dari Cho Kyuhyun untuk menjadi suami Sae-jin.

Yoon Dae-jo memutar kursinya, meletakkanya ponselnya kembali di meja kerjanya ketika pintu tiba- tiba terbuka, menampakkan Tuan Han. Pria yang berumur lebih tua dari Dae-jo tersebut membungkuk sejenak kemudian berjalan menghampirinya sambil memeluk map panjang. Sesungguhnya Yoon Dae-jo merasa sedikit iba pada Tuan Han yang telah berusia lanjut tapi harus meladeni kemauan tuannya. Hanya saja, Tuan Han adalah satu- satunya yang Dae-jo percayai. Di balik sifat beliau yang terlalu jujur dan suka mengkonfrontasi serta mengomeli Dae-jo.

“Mengapa kau belum pulang, Tuan Han?” tanya Dae-jo sambil mengerutkan keningnya.

“Itulah yang sudah kurencanakan satu jam yang lalu tapi kemudian Detektif Choi datang dan membawakan ini untukku.” Tuan Han memindahkan tumpukan dokumen di depan Dae-jo ke samping kemudian meletakkan map yang di tempat itu, seolah menegaskan bahwa apa yang dibawanya ini lebih penting dari dokumen- dokumen tadi. Yoon Dae-jo menatap map itu kemudian melirik Tuan Han di depannya yang menatapnya dengan ekspresi dingin dan tak terbaca.

“Apa ini?”

“Kado.” Jawab Tuan Han dengan seringai kecil. Ekspresi yang cukup aneh untuk seorang Tuan Han yang biasanya sangat dingin, sopan, dan hanya berbicara seadanya. Yoon Dae-jo segera membuka dokumen itu dengan penasaran lalu membaca beberapa lembaran kertas di dalamnya. Ekspresi penasaran itu tergantikan dengan kemarahan yang ditahan.

“Shin… Sae-ryung?”

Tuan Han tidak menjawab, hanya mengedipkan matanya dengan pelan, tanda bahwa Yoon Dae-jo diminta untuk membaca lebih banyak lembar lagi. Semakin lama Yoon Dae-jo terlihat semakin terkejut dengan apapun yang ditemukannya di tiap halaman yang dibacanya, bahkan beberapa foto.

“Jadi… dia adalah mantan kekasih Cho Kyuhyun?”

Dae-jo menyebutkan kata ‘mantan kekasih’ dengan sedikit jijik. Tuan Han mengagguk, memutuskan bahwa dia toh harus menjelaskan dengan versi verbal karena sepertinya data- data tertulis kurang menjelaskan arti dari laporan ini. “Bisa dibilang hubungan mereka rahasia karena agensi mereka melarang publikasi hubungan seperti itu. Shin Sae-ryung adalah penyanyi baru, dan Cho Kyuhyun—ssi saat itu adalah senior jauhnya. Mereka menjalin hubungan untuk waktu yang terbilang cukup—“

“Aku tidak terlalu suka penjelasan yang itu.” Kata Yoon Dae-jo sebal, mengibaskan tangannya. Membayangkan itu membuat darahnya berdesir karena pasti putrinya tidak suka dengan fakta itu. Apakah mempercayai Cho Kyuhyun adalah sebuah kesalahan?

“Singkatnya mereka putus, kemudian setelah Cho Kyuhyun dan Nona Muda Sae-jin menikah, Shin Sae-ryung sempat melakukan beberapa teror kepada Nona Muda.”

Mendengar itu Yoon Dae-jo terbelalak. Baiklah, ini bagian yang harus dia dengar.

“Apa yang orang itu lakukan pada Sae-jin?” tanya Yoon Dae-jo dengan tatapan berbahaya dan gigi saling menggertak.

“Ah,” Tuan Han memperbaiki posisi kacamatanya dengan kurang nyaman, “bukan hal- hal yang berbahaya dan mengancam nyawa tapi lebih seperti teror mental atau semacamnya. Shin Sae-ryung juga pernah mengirim foto- foto pada Nona Muda dan membuat Nona Muda pingsan.”

Yoon Dae-jo menghembuskan nafas berat; bayangan putrinya pingsan setelah melihat foto- foto yang dikirimkan Shin Sae-ryung membuat api dalam dadanya membara dan sekarang pria itu menjadi marah pada Cho Kyuhyun. “Apa yang dipikirkan Cho Kyuhyun—“ gumam pria itu geram, “lalu, apa yang dilakukan Kyuhyun?”

“Sepertinya Cho Kyuhyun telah memperingati dan mengancamnya beberapa kali, dan dia juga tidak mengindahkan Shin Sae-ryung lagi. Mungkin inilah yang membuat Shin Sae-ryung bertindak sejauh ini.”

“Ini terlalu jauh,” gumam Yoon Dae-jo, tangannya mengepal dan bibirnya membentuk satu garis tipis. “Dia telah meneror putriku yang sedang hamil, dan bahkan membuatnya masuk rumah sakit!”

Tuan Han sekali lagi memilih diam tapi jelas dari ekspresinya beliau memikirkan dan merasakan hal yang sama.

“Aku ingin membeberkan rekaman transaksi orang itu dengan wartawan—tidak,” Yoon Dae-jo menggeleng, jelas terlihat gusar karena kemarahan dan keinginan untuk menghancurkan orang yang telah mengganggu putrinya, tapi di lain hal tidak ingin mengganggu Han Sae-jin. “—kalau aku membeberkannya maka masalah akan merembes ke masa lalu mereka dan aku tidak mau Sae-jin kembali terganggu.” Yoon Dae-jo kembali berpikir keras, pria itu kemudian memicingkan matanya dan menatap Tuan Han dengan dingin.

“Dia putri pertama perusahaan Shin group, benar begitu?” Yoon Dae-jo sempat membaca profil gadis itu dari dokumen tadi. Tuan Han mengangguk.

“Bagaimana ini?” Yoon Dae-jo tersenyum dingin, sorot matanya kembali memancarkan sosoknya yang menakutkan dan berbahaya. “Sepertinya seseorang harus diajarkan caranya untuk tidak berbuat nakal.”

*

Han Sae-jin menghabiskan setengah jam terakhir dengan memainkan jari- jari rampingnya, memaksakan diri untuk terlihat tertarik padahal pikirannya kosong melompong. Hari ini dia merasa sangat, sangat lelah, dan kedua matanya terasa pedih karena terlalu banyak mengeluarkan air mata. Sae-jin yakin dia mengalami dehidrasi dan harus menghubungi perawat untuk kembali memasang infusnya. Volume air mata yang dia ‘hasilkan’ hari ini mungkin adalah volume terbanyak yang pernah dia hasilkan untuk menangis dalam sejarah hidupnya. Selain itu jantungnya berdebar sangat kencang, yang dia yakini berhubungan erat dengan posisinya saat ini yaitu berbaring di ranjang rumah sakit dengan kepala beristirahat di atas lengan atas Kyuhyun serta wajah menempel pada dada suaminya,

Atau juga tatapan aneh dari suaminya selama setengah jam terakhir ini.

“Berhenti menatapku seperti itu,” ujar Sae-jin memohon dengan suara serak, dan dia sendiri nyaris tidak mengerti apa yang dia katakan. “Rasanya aku bisa terkena radiasi.”

Kyuhyun mendengus. “Kau sudah tenang?” tanyanya sinis, “aku harus mengganti kaosku yang basah agar tidak masuk angin—“

Sae-jin tidak menjawab hanya merenggut sebal. Cho Kyuhyun mungkin punya kepribadian bipolar. Beberapa jam yang lalu dia sangatlah hangat dan lembut tapi sekarang ini dia kembali menjadi dirinya sendiri yang dingin dan kejam seperti ditaktor. Tapi sayangnya Sae-jin tidak bisa menjelaskan sisi yang mana yang paling dia sukai. Gadis itu kembali memainkan jari- jarinya.

“Karena sepertinya kau sudah tenang, ceritakan apa yang terjadi.” Perintah Kyuhyun.

“Haruskah sekarang?” erang Sae-jin, berusaha menunjukkan wajah selelah mungkin. Yang terjadi hari ini adalah sangat emosional dan menguras tenaga, Sae-jin merasa menceritakan segalanya dari awal akan menghabiskan tenaga yang tersisa dalam dirinya.

“Yah, kau tidak tahu apa saja kebohongan yang sudah kulakukan hari ini untuk menutupi perbuatanmu? Kau bahkan tidak mengatakan padaku akan pergi ke mana, kau juga tidak mengabariku seharian ini dan—“ Kyuhyun sepertinya tersadar dengan omelannya, mengambil nafas yang sangat amat panjang untuk menetralkan emosinya, menghembuskannya kemudian terlihat lebih tenang. “Sudahlah. Ceritakan saja besok—“

“Tidak. Aku akan menceritakannya.”

Kyuhyun menatap istrinya dengan dingin, tapi kali ini tatapannya berbeda dengan yang kemarin, tatapan yang membuat Sae-jin ketakutan dan gelisah. Kali ini Kyuhyun kembali menjadi dirinya yang Sae-jin sukai.

“Aku bertemu dengan Tuan Yoon.” Mengucapkan kata ‘Tuan Yoon’ sekarang terasa lebih ringan dari sebelumnya. Itu adalah panggilan yang paling tepat… untuk saat ini. Cho Kyuhyun tidak bereaksi; pria itu memilih memperhatikan hiasan di meja hias di seberang ranjang. “Kami makan burger bersama, dan… berbincang- bincang.”

Masih tidak ada reaksi, tapi Sae-jin bisa melihat kilatan di tatapan Kyuhyun yang menunjukkan bahwa dia tertarik dan mendengarkan dengan saksama. Kyuhyun pasti telah berbohong pada banyak orang untuk menutupi kepergian Sae-jin sementara gadis itu tahu benar Cho Kyuhyun adalah tipe orang yang meletakkan ‘berbohong’ di baris paling awal yang paling benci dia lakukan. Selain itu dia adalah suaminya. Cho Kyuhyun sangat berhak untuk tahu segala hal yang terjadi.

“Kami hanya membahas bagaimana caranya beliau menemukanku. Sisanya… kurasa aku belum siap membicarakannya.”

Itu adalah pertanda jelas bahwa Sae-jin masih belum tahu siapa wanita yang melahirkannya, batin Kyuhyun dan hatinya terasa lega. Terlalu banyak hal yang gadis itu alami; mengetahui siapa wanita itu hanya akan membuat keadaan semakin memburuk dan bila hal itu terjadi, Kyuhyun berani untuk mengkonfrontasi Tuan Yoon.

“Tuan Yoon juga… ingin menyampaikan permintaan maaf padamu karena telah menempatkanmu pada posisi yang rumit.”

Kyuhyun tidak bergeming. Tuan Yoon sama sekali tidak tahu bagaimana Kyuhyun tertekan karena posisi itu.

“Dan beliau berkata… apa ada waktu agar dia bisa mengundang kita makan bersama.”

Kyuhyun menatap Han Sae-jin dalam- dalam selama beberapa detik kemudian akhirnya membuka mulut. “Kau tahu jawabannya ada padamu.”

Sae-jin mengangguk.

“Apa kau… masih marah padaku?”

Kyuhyun kembali menatap istrinya, membuat Han Sae-jin salah tingkah. “Kau sangat benci berbohong dan hari ini kau pasti banyak sekali melakukannya agar aku tidak ketahuan.” Gadis itu terlihat sangat menyesla karena telah ‘menjerumuskan’ suaminya ke dalam lembah dosa.

“Setidaknya beritahu aku kau akan pergi ke mana.” Kata Kyuhyun, “kau pikir Seoul itu kecil?”

“Tapi kau pasti tahu aku akan pergi ke mana,” kilah Sae-jin lalu menunduk takut, “dan… pasti tidak akan lama untuk menemukanku.”

Kyuhyun mendengus geli. “Kau benar- benar menganggapku sehebat itu, Han Sae-jin?”

Sae-jin tidak menjawab, kali ini kegiatannya adalah memperhatikan gambar pola garis- garis di kaos Kyuhyun yang membuat pandangannya sedikit kabur.

“Dan… apa kau masih menyalahkan dirimu?” tanyanya lagi dengan hati- hati. Kyuhyun menatap Sae-jin lagi. Keduanya saling bertatapan selama beberapa detik tapi Han Sae-jin tidak sanggup lagi menerima akibatnya; gadis itu segera memalingkah wajahnya untuk menghindari jantungnya yang sekarang kembali berulah. Demi Tuhan, bagaimana dia bisa berada di dekat Cho Kyuhyun bila reaksinya selalu seperti ini?

“Aku akan selalu menyalahkan diriku sendiri bila sesuatu yang buruk terjadi padamu. Entah kau akan menerimanya atau tidak,”

“Wah, itu kedengaran sangat keren, Cho Kyuhyun,” kata Sae-jin polos. “Tapi kalau kau bersikap seaneh itu setiap kau merasa bersalah, lalu aku harus bagaimana?”

“Bersikap aneh?”

“Kau mendiamiku, bersikap dingin padaku, kau juga bersikap dingin pada semua orang—apa kau tidak tahu betapa menakutkannya itu beberapa hari terakhir ini? Aku tahu kau memang seperti itu, tapi… tidakkah itu agak sedikit keterlaluan? Apalagi aku sedang sakit.” Kalimat terakhir lebih terdengar seperti bisikan.

“Itu karena aku terus berfikir apa yang tidak pernah aku lakukan untukmu, hingga kau menjadi seperti ini. Kemudian aku takut kalau semua yang terjadi padamu itu adalah karena kau dekat denganku, kemudian itu membuatku frustasi.”

Sae-jin terdiam sejenak mendengar pengakuan Kyuhyun. Ekspresinya tidak berubah, dingin dan mengintimidasi—tapi sorot matanya memancarkan kekecewaan dan kesedihan.

“Untuk ukuran orang yang pintar, itu pemikiran yang terlalu konyol.”

 

“Itu karena aku mencintaimu, Bodoh.”

 

“Yah, aku tidak Bodoh, tahu!” protes Sae-jin.

“Aku baru saja mengutarakan perasaanku, dan yang kau perhatikan hanyalah kata ‘bodoh’-nya.” Kata Kyuhyun lagi, membuat gadis itu tersadar. Rasanya jantung Sae-jin berhenti berdetak untuk sejenak, dan semuanya seperti kosong.

Oh, tidak.

“Baiklah.” Kata Kyuhyun dingin, sepertinya mencoba untuk mengontrol perasaannya kemudian menghebuskan nafas pendek. “Kau sebaiknya beristirahat, aku akan membeli kopi susu.”

Kyuhyun ingin bangkit, menarik tangannya dari bawah kepala Sae-jin tapi gadis itu tidak bergeming. Han Sae-jin terdiam seperti batu; seolah ada yang menyihirnya dan mempertahankan mantra itu hingga yang bisa Han Sae-jin lakukan hanyalah diam. Kyuhyun menatap istrinya dengan heran. Baiklah, apakah bahkan menyatakan cintanya pun beresiko untuk kesehatan Han Sae-jin? Dia bahkan tidak merencanakan untuk mengutarakannya sebelumnya; semuanya terjadi di luar kendalinya. Gadis itu menangis seolah dunianya akan segera kiamat, dan yang Kyuhyun inginkan adalah Han Sae-jin tahu bahwa meskipun seluruh dunia mencampakkannya atau memperlakukannya dengan tidak seharusnya, ada Cho Kyuhyun yang mencintainya dan sangat menginginkannya hingga segala pemikiran tentang Sae-jin membuatnya gila tapi di sisi lain juga mempertahankannya di dunia nyata.

Dan karena dia takut kesempatan untuk mengutarakannya tidak pernah ada.

Tapi kini gadis itu hanya membujur kaku, kelihatan sangat terkejut dengan perkataan Kyuhyun.

“Aku rasa kau benar,” gumam Sae-jin pelan, “aku benar- benar Bodoh.” Gadis itu mendesah.

Kyuhyun mengerutkan keningnya.

“Aku hanya takut yang aku dengar tidak nyata.” Gumam Sae-jin lagi, gadis itu sepertinya berbicara pada dirinya sendiri. “Aku tadi mendengarnya tapi aku pikir itu hanya halusinasi.”

Jadi tadi gadis itu mendengarkan apa yang Kyuhyun katakan? Bahwa Kyuhyun mencintainya? Dan dia lebih memilih untuk tidak mendengarnya karena takut itu hanyalah halusinasi pendengaran untuknya?

“Beberapa bulan yang lalu kau hampir tidak nyata dan sekarang kau di depanku dan mengatakan bahwa kau mencintaiku,” pandangan Sae-jin mengabur dan dua bulir air mata jatuh membasahi pipinya. “Aku bahkan tidak tahu harus bagaimana.” Ujarnya gelisah.

“Aku tidak meminta apa- apa darimu, Han Sae-jin.” Kyuhyun tidak mengatakan semua ini agar dia bisa mendengarkan pengakuan Sae-jin. Dia hanya ingin mengatakan isi hatinya pada Han Sae-jin; dia tidak membutuhkan balasan apapun.

Sae-jin menutup matanya, sepertinya meyakinkan dirinya bahwa dia tidak bermimpi. Kemudian semuanya terasa jelas untuk Kyuhyun; sejujurnya dia juga takjub dengan semua ini. Dulunya mereka menikah bukan karena kehendak hati mereka… tapi sekarang Kyuhyun tidak bisa mengontrol dirinya bila sehari saja gadis itu hilang dari pandangannya. Pria itu berkali- kali meyakinkan dirinya bahwa dia bukan orang yang gampang mengubah isi hatinya tapi kemudian dia menyadari. Han Sae-jin lah yang bisa dengan mudah membuat hati Kyuhyun berubah; hanya dengan menjadi dirinya yang dingin, kaku, polos, dan pemalu bisa membuat Cho Kyuhyun tergila- gila padanya.

Sae-jin kemudian membuka matanya dan menatap Kyuhyun dengan terkejut.

“Dan aku nyata. Aku ada di sini. Dan aku mencintaimu.” Ujar Kyuhyun lagi. Ternyata mengatakannya sangat menyenangkan—kenapa dia begitu bodoh menyimpan kata itu selama ini? “Dan kalau kau masih berfikir ini tidak nyata, aku tidak keberatan untuk mencubitmu atau semacamnya.”

Sae-jin mendengus, membuat air matanya jatuh lagi dari matanya yang indah. Kyuhyun mengatakannya dengan cara yang simpel dan dingin; berbeda dari versi drama- drama yang sering ditontonnya. Kyuhyun mengucapkannya tanpa sebuket bunga, tanpa air mancur atau kembang api yang menyala di langit atau semacamnya. Tapi jantung Sae-jin berdebar- debar dan rasanya mau terlepas dari dadanya, tubuhnya juga merasakan sensasi yang sangat berbeda dan tidak bisa dia jabarkan.

Cara Kyuhyun mengungkapkannya terasa jauh lebih dari dari mereka.

“Aku… punya cara untuk memastikannya.” Ujar Sae-jin pelan dan malu- malu, melingkarkan kedua tangannya di leher Kyuhyun lalu menarik pria itu padanya, menempelkan bibir mereka.

Sejenak bibir mereka terpisah dan keduanya sama- sama tertawa atas keberanian Sae-jin, kali ini Kyuhyun yang memulainya duluan; bibirnya meraup bibir Sae-jin dan melumatnya, dia bisa mencium aroma vanilla dari tubuh Sae-jin yang sangat dia sukai. Sae-jin membuka mulutnya, membiarkan lidah mereka beradu. Kyuhyun melewatkan hal ini selama beberapa hari; kali ini dia harus menebusnya. Tangannya yang satu sekarang berada di samping Sae-jin seolah memerangkap gadis itu di bawah tubuhnya. Kyuhyun bisa mendengar suara kecupannya atau desahan kecil Sae-jin yang membuatnya lebih terpancing.

Tapi gadis itu kemudian melepaskan wajah Kyuhyun yang sekarang terlihat bingung dan gusar karena Sae-jin menginterupsi kegiatan mereka. Wajahnya memerah dan nafasnya sedikit ngos- ngosan.

“Aku hanya ingin memperingatkanmu bahwa kita sedang berada di rumah sakit, perawat atau dokter bisa datang kapan saja untuk memeriksa keadaanku.”

Kyuhyun mengendus meremehkan. “Aku tidak perduli.”

Sae-jin tertawa, membiarkan Kyuhyun kembali menyerangnya, kali ini menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka dan kegiatan apapun yang ingin mereka lakukan saat itu.

*

Lee Sunjin meneguk teh hangat dari cangkir porselen itu kemudian meletakannya lagi di tatakkannya, nyaris memecahkannya karena jari- jarinya yang bergetar. Keadaannya memang tidak baik beberapa hari terakhir ini; dia telah beberapa kali pingsan. Nafsu makannya menurun dan wajah cantiknya terlihat sangat pucat. Obat- obat yang seharusnya bekerja untuk meningkatkan staminanya seolah menolah untuk bekerja sama dengannya. Semuanya terasa menjauhinya. Sunjin tahu itu hanyalah perasaannya. Kalau diperhatikan semuanya baik- baik saja dan bekerja dengan seharusnya.

Tapi semuanya berubah ketika dia menemukan kenyataan bahwa putri yang dibuang kini berada tak jauh dari dirinya. Dia merasa bahwa sekarang dirinya diadili—seolah semua ketakutan dan kekhawatiran yang dia simpan kini berbalik menyerangnya. Dan dia tidak bisa melakukan apapun untuk membela diri ataupun menenangkan dadanya yang nyeri dan gelisah.

Lamunan Sunjin buram ketika menyadari kehadiran Yoon Dae-jo yang duduk di depannya, menatapnya dengan dingin.

“Mengajak bertemu seperti ini sama sekali bukan gayamu,” ujar Dae-jo sinis, “apakah kau tidak takut dengan skandal.”

“Tempat ini aman.” Ujar Sunjin. Ini adalah kafe miliknya, kafe kecil di sudut daerah Gwanghamun yang nyaris tidak diperhatikan siapapun. Dia hanya membuat kafe ini untuk menyelamatkan tempat ini dari perombakan ulang karena dulu tempat ini adalah tempat tinggalnya.

“Yah, sangat aman untuk menyimpan semua perbuatanmu,” sindir Dae-jo, “karena itu kau takut menyerahkannya pada pemerintah.”

Sejujurnya tempat ini memiliki arti yang sangat mendalam padanya tapi Sunjin tidak ingin meyakinkan Dae-jo untuk apapun sekarang ini.

“Kau… sepertinya sudah bertemu dengannya.” Kata Sunjin dengan suara sedikit bergetar, dia tidak mau berbasa- basi. Dia gelisah, sangat gelisah dan tidak tahu harus berbuat apa.

“Detektifmu memang sangat handal, Lee Sunjin.”

“Apa yang kau katakan padanya?” tanya Sunjin lagi, topeng yang dia gunakan seolah luntur dan sekarang yang dia pertunjukkan adalah Lee Sunjin yang sedang ketakutan dan gelisah. “Apa kau bilang padanya tentang aku?”

“Kenapa, sekarangpun kau takut dia tahu tentangmu?” Yoon Dae-jo sama sekali tidak bisa mengerti pola pikir wanita ini. “Jangan takut. Aku tidak mengatakannya. Pertama, aku tidak ingin dia tahu tentang perbuatan kejammu padanya dan kedua dia sedang mengandung. Aku tidak ingin cucuku kenapa kenapa.”

“C—cucu?” tanya Sunjin tak percaya dengan ucapan Dae-jo seolah- olah Sae-jin sekarang resmi menjadi anaknya. Jari- jarinya bergetar hebat dan keadaan itu tidak lepas dari pandangan Dae-jo. Sunjin memutuskan untuk tidak mengacuhkan kata- kata Dae-jo yang membuat hatinya semakin tersayat.

“Aku, tidak bisa tidur. Semenjak aku mengetahuinya aku tidak bisa tidur, semenjak aku tahu tentang dia—aku bahkan tidak bisa memejamkan mataku. Aku hampir gila!”

“Setidaknya kau masih punya hati untuk merasakannya,” kata Dae-jo dingin. Lee Sunjin di depannya berbeda dengan Lee Sunjin yang biasanya. “Saat dia lahir kau menyalahkannya atas kehancuran dan masalahmu, sekarang pun kau masih mau menyalahkan dia atas keadaanmu? Sementara dari dulu tidak pernah melakukan kesalahan apapun padamu?”

“Kenapa kau selalu menyalahkanku?” kata Sunjin, nyaris menjerit, tapi tidak ingin menarik perhatian dari nenek tua yang dia pekerjakan untuk mengurus tempat sepi dan nyaris tidak ada pengunjung ini. “Apa kau, pernah menatap dirimu di kaca?”

“Aku melakukannya.” Jawab Dae-jo tajam. “Aku melakukannya hampir setiap hari, dan aku membenci diriku hampir setiap hari. Aku mengutuk diriku setiap detik. Tapi kemudian aku sadar; kalau saat itu aku tahu dia lahir, aku akan merawatnya dan memberikan seluruh hidupku untuknya! Aku akan mencintainya dengan segenap hatiku. Aku, akan menjadih ayah yang baik untuknya.”

“Mengatakannya memang gampang, karena sekarang dia telah menerimamu!” ujar Sunjin emosi, “Apakah kau tahu bagaimana keadaanku waktu itu? Apa kau bahkan mengerti??”

“Aku juga memikirkannya, Lee Sunjin. Aku mencoba menempatkan diriku pada posisimu, aku juga telah mencoba merasa kasihan padamu dan mengerti perbuatanmu. Saat itu kau sedang bekerja keras untuk mewujudkan keinginanmu. Kau bahkan meninggalkan keluargamu di desa untuk mewujudkan semua itu. Tapi, kemudian aku menemukan sesuatu.”

“A—apa?” tantang Sunjin.

“Kau mau tahu mengapa Sae-jin menikah dengan Kyuhyun?”

Sunjin terdiam.

“Karena mereka mengalami hal yang sama dengan apa yang kita alami. Mereka awalnya tidak saling mengenal satu sama lain, kemudian mereka terjebak karena mabuk dan setelah itu Sae-jin mengandung. Beberapa langkah lagi dan Sae-jin akan menjadi seorang dokter. Dia bisa saja menggugurkannya, tidak ada yang tahu tentang kehamilannya. Dan Cho Kyuhyun sangat terkenal—skandal sebesar ini pasti akan membawa malapetaka untuk mereka berdua. Tapi, dia tidak ingin membunuh anaknya—dia pun memberitahukannya pada Kyuhyun.”

Hening sejenak. Sunjin tidak tahu harus mengatakan apa—dia kelihatan sangat terpukul dengan kenyataan yang sebenarnya mengenai putrinya.

“Yang kau perbuat bukan karena keadaan yang memaksamu, Lee Sunjin. Kau melakukannya karena kau menganggap dirimu terlalu lemah untuk menghadapi keadaan. Karena kau tidak percaya pada dirimu sendiri, dan juga padaku. Karena kau, hanya memikirkan impianmu sendiri.”

“Kalau begitu, bagaimana denganmu?” tanya Sunjin dingin, mengangkat keningnya. “Bila saat itu aku datang padamu dan mengatakan aku mengandung, apa kau berani bertanggung jawab? Apa kau akan melawan orangtuamu yang menakutkan itu? Apakah kau rela mereka mengusirmu karena harus bersama dengan gadis miskin dari desa sepertiku dan kehilangan kesempatanmu menjadi pewaris?”

“Pertanyaan seperti itu sekarang terasa tidak pantas karena aku telah memiliki keluarga dan aku sangat bahagia dengan mereka. Tapi—bila kau bahkan pernah memikirkan untuk melakukannya dua puluh tiga tahun yang lalu, maka itulah yang akan aku lakukan.” Jawab Yoon Dae-jo dingin. “Aku akan bertanggung jawab padamu. Aku akan berusaha agar orangtuaku menerimamu. Dan bila ada harga yang harus kubayar, maka aku akan membayarnya. Karena, di detik bayi itu muncul dalam kandunganmu, aku adalah seorang ayah. Dan sebagai seorang ayah, aku harus melakukan yang seharusnya untuk menjaga putriku dan wanita yang mengandungnya. Dan kau, sebagai seorang ibu, juga harus melakukan hal yang sama.” Yoon Dae-jo menarik nafas panjang dan menghembuskannya. “Tapi membicarakannya sekarang terkesan ‘sedikit terlambat’, bukankah begitu?”

Sunjin tidak menjawab; wanita itu mengalihkan tatapannya ke arah lain tapi jelas perkataan Yoon Dae-jo menusuk sampai ke dadanya.

“Lee Sunjin, aku menderita kanker hati.” Kata Dae-jo lagi. Sunjin menoleh dan menatapnya dengan terkejut.

“A—apa?” Dia berharap dia salah dengar, karena sangatlah aneh bila seseorang bisa dengan santai menyampaikan bahwa dia mengidap kanker hati, seolah- olah mengatakan bahwa dia sedang demam.

“Aku tidak tahu kapan waktuku akan tiba.” Kata Dae-jo lagi, menerawang menatap cangkir kopi Sunjin. “Donor hati yang kubutuhkan tak kunjung datang tapi aku sedang terus berusaha mendapatkannya.”

Sunjin masih terlihat terkejut dan tidak percaya; mulutnya terbuka lebar dan sepertinya dia sedang berpikir keras untuk mencerna kalimat Dae-jo yang sulit dimengerti.

“Kau memang melakukan kesalahan yang sangat besar dan kejam padanya. Tapi, aku selalu percaya semua orang punya kesempatan untuk setidaknya memperbaiki sesuatu yang mereka rusak agar tidak sehancur yang dahulu. Dan putrimu, adalah gadis paling baik hati yang pernah aku temui. Aku sangat terpukul setiap kali berpikir bahwa mungkin saja aku meninggal dan tidak dapat menebus kesalahanku padanya. Aku harap, kau bisa memiliki kesempatan itu.”

*

Han Sae-jin memperhatikan layar laptopnya dengan saksama, sesekali memperbaiki posisi kacamatanya. Sinar lampu laptop tersebut merupakan satu- satunya penerangan di kamarnya yang gelap, selain tentu saja stiker- stiker berbentung bintang yang ditempelnya di langit- langit. Tepatnya satu minggu yang lalu dia telah ‘dibebaskan’ dari perawatan rumah sakit dan karena orangtua Kyuhyun sedang berangkat ke luar daerah maka Sae-jin tetap tinggal di apartemen mereka tapi atas bantuan Bibi yang telah bekerja pada keluarga Cho selama puluhan tahun.

Cho Kyuhyun menjadi jauh lebih menakutkan dari biasanya—bila dulunya Sae-jin masih diijinkan memasak atau setidaknya bersih- bersih sedikit, sekarang pria itu memastikan Sae-jin tidak menggerakan tubuhnya sama sekali; bahkan pria itu meminta Bibi menjadi mata- mata atau pengingat ketika Kyuhyun tidak ada di rumah. Jadwal bersalin semakin dekat dan semua orang terutama Kyuhyun sangat sensitive bila Sae-jin mengeluh sedikit saja. Beberapa hari yang lalu dia memaksa untuk membawa Sae-jin ke rumah sakit hanya karena gadis itu mengeluh perutnya sakit, tak perduli betapa keras usaha Sae-jin untuk meyakinkannya bahwa itu adalah hal yang normal.

Pintu kamar tiba- tiba terbuka, menampakkan pria yang selama seharian ini tidak dilihatnya. Sae-jin tersenyum menatap suaminya.

“Sudah pulang?”

Cho Kyuhyun berjalan masuk, membuka mantelnya dan menggantungnya di kursi belajar Sae-jin lalu melemparkan dirinya di samping istrinya, membuat ranjang kecil Sae-jin sedikit berderik. Tanpa mengatakan apapun pria itu melingkarkan tangan kirinya di dada Sae-jin lalu menyandarkan wajahnya di pundak itu sambil menutup matanya. Hari ini sangat melelahkan untuknya; dia memang sangat bersyukur bahwa penjualan albumnya sukses tapi di lain hal jadwalnya menjadi lebih padat dari yang seharusnya. Dan itu artinya dia tidak bisa pulang ke rumah cepat- cepat untuk melihat istrinya.

“Bagaimana rekamannya?” tanya Sae-jin masih dengan mata sibuk mempelajari layar laptopnya.

“Spektakuler, seperti biasanya.”

“Aigoo—“ Sae-jin mencibir, menggelengkan kepalanya.

Kyuhyun menghirup wangi jeruk dari rambut istrinya yang halus dan dingin karena pendingin ruangan, lalu membuka matanya untuk ikut memperhatikan apa yang membuat istrinya tidak terlalu memperdulikan kepulangannya. Pria itu kemudian tertegun.

Han Sae-jin sedang membaca artikel mengenai transplantasi hati.

“Han Sae-jin.”

Sae-jin menengadah lalu tersenyum kecil melihat ekspresi di wajah tampan suaminya yang sekarang menatapnya dengan penuh arti.

“Aku hanya ingin mempelajarinya.”

Kyuhyun tidak menjawab tapi terus menatap istrinya. Yah, Han Sae-jin tahu benar pria itu tidak akan sekedar mempercayai kalimatnya; sekarang dia pasti berpikir bahwa Sae-jin mempertimbangkan untuk mendonorkan hatinya juga pada Tuan Yoon. Itu memang terdengar seperti ide gila—tapi entah mengapa… itu juga tidak terdengar mustahil. Dan Cho Kyuhyun terlalu jenius untuk dibohongi oleh Han Sae-jin.

“Aku tahu. Kalaupun aku ingin mendonorkannya, dia tidak akan menerimanya.” Kata Sae-jin bersungguh- sungguh. Kyuhyun hanya menghela nafas lalu menunduk, mengetukkan dahinya di dahi Han Sae-jin.

“Jangan khawatir. Aku tidak akan melakukannya.” Kata Sae-jin lagi membuat Kyuhyun tertawa.

“Aku tidak akan melarangmu, Han Sae-jin. Aku memang khawatir, hanya saja fakta bahwa kau mempertimbangkan hal itu tidak membuatku heran. Tapi saat ini kau sendiri harus memperhatikan kondisimu karena sebentar lagi kau akan melahirkan jadi…” Kyuhyun menarik nafas dan mencium dahi istrinya. “Bisakah kita mendiskusikan hal seperti itu nanti?”

Sae-jin mengangguk.

“Sekarang.” Cho Kyuhyun menurunkan tangannya ke pinggang Sae-jin, membuat gadis itu memutar matanya karena dia tahu benar apa yang akan Kyuhyun bicarakan. “Mari kita bahas mengenai kebutuhanmu akan ‘prostaglion’. Aku rasa kau belum mendapatkan jumlah yang cukup.” Pria itu nyengir lalu menurunkan wajahnya ke leher Sae-jin untuk menciumnya.

“Namanya ‘prostaglandin’ Cho Kyuhyun,” koreksi Sae-jin, tertawa geli kemudian mendorong bahu suaminya pelan sebelum pria itu bisa bertindak lebih jauh, “dan aku sudah beberapa kali menerima prostaglandin hingga aku takut perutku akan terus berkontraksi.”

Mereka sempat berkonsultasi dengan dokter kandungan Sae-jin sebelum pulang dari rumah sakit. Dokter Han memperingati Cho Kyuhyun sekali lagi untuk menjaga keadaan Sae-jin dan bayinya. Sae-jin masih bisa merasakan kekesalan Dokter Han pada Kyuhyun meskipun dokter tersebut bertindak senormal mungkin. Tapi kemudian Dokter Han memberikan sebuah saran yang langsung mengubah anggapan Kyuhyun padanya dan langsung memutuskan bahwa pria itu menyukai dokter Han. Dokter Han menyarankan salah satu kegiatan yang dianggap ‘membantu’ perut Sae-jin berkontraksi agar gadis tersebut dapat melahirkan tepat pada waktunya. Salah satunya adalah dengan… berhubungan intim. Sae-jin yakin Kyuhyun tidak begitu memperdulikan penjelasan lengkapnya; dia hanya terfokus pada kedua kata memalukan itu.

“Ayolah… prostaglesin atau apapun itu namanya bisa membantumu saat melahirkan nanti.” Kyuhyun kembali membenamkan kepalanya di lipatan leher Sae-jin lalu berbisik di telinganya. “Dan aku bisa memberikanmu sebanyak yang kau mau.”

“Prostaglandin.” Sae-jin menggelengkan kepalanya, pipinya memerah malu tapi tidak menolak perlakuan Kyuhyun. “Dan aku rasa yang kau perlukan sekarang adalah istirahat, Oppa. Kau tidak istirahat dengan cukup beberapa hari terakhir ini.” Kata Sae-jin lembut, kedua tangannya membelai rambut Kyuhyun yang halus dan sedikit berantakan. Selama beberapa menit mereka bertahan dalam posisi seperti itu hingga akhirnya Kyuhyun menyerah dan mengangkat kepalanya dari leher Han Sae-jin.

“Kau akan menemaniku mandi,” perintah Kyuhyun.

“Maksudmu aku harus mandi dua kali, begitu?” Wajah Sae-jin sekarang seperti kepiting rebus. “Aku bisa masuk angin, lalu bagaimana dengan janinnya?”

“Ugh, kau kejam sekali, Han Sae-jin.” Keluh Kyuhyun, dengan pasrah kembali menjatuhkan kepalanya di pundak Sae-jin.

*

Pada kenyataannya Cho Kyuhyun tidak bisa langsung beristirahat; dia memang lelah, sangat lelah. Jadwalnya sangat padat dan meskipun Sae-jin berada di tangan yang ‘tepat’ karena Bibinya sangat handal dan berpengalaman, Kyuhyun tidak bisa bila tidak mengetahui bagaimana kabar gadis itu di rumah. Tubuh Kyuhyun serasa dicabik- cabik di berbagai tempat dan yang dia inginkan hanyalah tidur yang panjang.

Hanya saja saat ini dia merasa tidak rela untuk melewati pemandangan di depannya. Beberapa hari ini dia pulang sangat larut dan pergi pagi- pagi sekali sehingga tidak bisa melihat Han Sae-jin. Sekarang gadis itu sedang berada dalam pelukannya dan tertidur pulas; tangannya melingkar di pinggul Kyuhyun dan memeluk pria itu. Entah mengapa Kyuhyun merasa sayang jika pemandangan ini dilewatkan begitu saja. Kyuhyun menatap wajah cantik Sae-jin kemudian tersenyum.

Sejak kapan gadis ini mengambil alih seluruh alasannya untuk hidup? Mereka memulai semuanya dengan cara yang keliru tapi sekarang Kyuhyun tidak bisa membayangkan bila dia tidak pernah bertemu dengan Sae-jin dan membiarkan gadis itu bersama dengan pria lain. Sae-jin bahkan tidak pernah berusaha mendapatkan hati Kyuhyun; gadis itu memberikan kebebasan penuh pada Kyuhyun dan tidak menuntut apapun padanya tapi Kyuhyunlah yang dengan sendirinya jatuh cinta pada Sae-jin. Awalnya dia mempercayai semua ini hanyalah perasaan sayang karena gadis itu mengandung bayinya tapi kemudian dia menyadari bahwa ini semua lebih dari itu; dia menginginkan Han Sae-jin dan di saat yang sama dia membutuhkannya.

Kyuhyun mengecup dahi Sae-jin cukup lama, kemudian mengistirahatkan kepalanya di atas kepala Sae-jin, tangannya yang satu membelai perut Sae-jin selemut dan sepelan mungkin agar tidak membangunkan gadis itu.

Suara getar ponsel membuat Kyuhyun membuka mata yang baru saja ditutupnya. Pria itu mengerutkan kening, mengambil ponsel di meja kecil di sampingnya lalu membukanya.

Mengapa Tuan Yoon mengirim pesan gambar padanya malam- malam begini?

*

Yoon Dae-jo menatap ponselnya yang dipegangnya di bawah meja makan selama beberapa menit, menunggu balasan dari Cho Kyuhyun. Pria itu telah mempertimbangkan selama seminggu ini mengenai waktu yang tepat untuk memberitahukan Kyuhyun mengenai masalah ini tapi dia memutuskan bahwa lebih cepat lebih baik karena bila gadis itu nekat melukai Sae-jin maka dia bisa melakukannya kapan saja; dan Dae-jo masih mempercayai Kyuhyun untuk melindungi putri sulungnya. Lagipula, ini semua toh diawali dengan masalah mereka berdua—Cho Kyuhyun harus bisa menjaga Sae-jin dari mantan kekasihnya yang gila itu. Karena bila sesuatu yang tidak diinginkan kembali terjadi, Dae-jo bersumpah dia benar- benar akan menghancurkan siapapun yang melukai Sae-jin.

“Tuan Yoon,”

Dae-jo tersader ketika namanya dipanggil, dan langsung memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku jubahnya agar tidak membuat curiga penghuni meja makan yang lain. Pria itu langsung tersenyum pada pria seumurannya yang duduk di kepala meja, tersenyum hormat padanya sambil mengangkat gelas kaca yang berisi sampanye. Yoon Dae-jo juga mengambil gelas di depannya tersebut dan mengangkatnya.

“Terima kasih atas kesediaan keluarga Yoon untuk menghadiri acara makan malam kami,” ujar Shin Go-ryung, membungkuk hormat sejenak pada Tuan Yoon dan istrinya yang duduk di sebelah kirinya, berhadapan dengan istri Tuan Shin beserta putrinya. “Kami tidak bisa mengungkapkan cara yang lebih baik sebagai ucapan terima kasih kami karena Tuan Yoon bersedia untuk menanamkan saham di perusahaan kami.”

Tuan Yoon tersenyum simpul. Sejujurnya undangan makan malam ini sempat dia coret dari daftar jadwalnya minggu lalu, bersamaan juga dengan keengganannya untuk menanamkan saham di perusahaan Shin Corp. yang menurut analisanya sedang dalam perjalanan ke ambang kehancuran dan membutuhkan pinjaman modal yang besar. Tapi sekarang rencananya berubah, dan dia harus memaksakan dirinya di sini, bersama dengan keluarga menyebalkan di depannya yang sedari tadi tiada henti menceritakan rencana mereka dengan modal yang diberikan Dae-jo. Dalam hati dia merasa bersalah pada istrinya karena telah membawanya ke acara makan malam ini.

Acara makan malam selesai; Nyonya Shin mengajak istri Dae-jo ke kamar riasnya untuk menunjukkan koleksi tasnya sementara Tuan Shin menggunakan kesempatan baik ini dengan mengajak Dae-jo ke ruang kerjanya karena ada banyak hal yang menurutnya harus mereka perbincangkan. Putri keluarga Shin telah pergi entah ke mana dan Dae-jo meminta ijin sebentar untuk pergi ke kamar kecil.

Dae-jo melewati koridor panjang dari kamar kecil ketika putri keluarga Shin tersebut terlihat melintasi ujung koridor ke arah yang berbeda, sepertinya gadis itu menuju ke tangga.

“Tunggu sebentar,” panggil Dae-jo. Gadis itu berhenti sejenak, berbalik menatap Dae-jo kemudian segera membungkuk hormat. Pria tersebut tersenyum manis pada gadis itu.

“Shin Sae-ryung—ssi, benar kan?”

Gadis cantik bernama Sae-ryung tersebut tersenyum sopan. Sesungguhnya Dae-jo sedikit menyayangkan kenyataan bahwa gadis sesopan ini ternyata telah melakukan hal- hal yang kejam terhadap putrinya. Dalam hati Dae-jo mempertanyakan pendidikan orangtuanya.

“Bisa bicara sebentar?”

Sae-ryung terlihat bingung dengan fakta bahwa Tuan Yoon ingin membicarakan sesuatu dengannya. Pada dasarnya Sae-ryung tidak pernah berbicara dengan Tuan Yoon, yang dia tahu hanyalah ayahnya sangat mengorhmati pria ini bahkan nyaris rela melakukan apapun agar pria ini mau menanamkan modal di perusahaan keluarga mereka yang sedang terlibat masalah. Sae-ryung juga berteman dengan Dae-jin putrinya, tapi Dae-jin sendiri sulit didekati karena dia tidak pernah ikut perkumpulan yang sering Sae-ryung adakan. Jadi, apakah yang ini Tuan Yoon bicarakan dengannya? Tapi toh dia mengiyakan permintaan Tuan Yoon, mereka kemudian pergi ke beranda  yang terletak di dekat tangga menuju ke lantai atas.

“Ada yang ingin aku tunjukkan padamu.” Ujar Tuan Yoon dingin ketika mereka sampai di luar beranda yang sepi. Sifat ramah pria itu sedikit meluntur. Ayah Sae-ryung sepertinya sedang menunggu Tuan Yoon dengan sabar di ruang kerja. Sae-ryung dengan bingung memperhatikan Tuan Yoon yang menarik ponsel dari saku jubahnya, menekan layarnya sejenak lalu menunjukkannya pada Sae-ryung.

Gadis itu kemudian tertegun.

“B—bagaimana b—bisa—“

Dae-jo menarik ponselnya yang sukses membuat kedua bola mata Sae-ryung seperti akan keluar dari kantongnya. Kali ini sikap ramahnya telah luntur seluruhnya, tapi dia tidak ingin membiarkan emosi menguasai dirinya dan menghancurkan rencananya. Sesungguhnya dia ingin menampar gadis ini atau memberinya pelajaran karena telah menyiksa putrinya secara mental tapi dia tidak akan mengotori tangannya karena kemarahan sesaat.

“Itu pertanyaan yang tidak sesuai untukku karena ini bukan masalah yang sulit.” Kata Tuan Yoon dingin. “Atau kau yang memang tidak menyembunyikannya dengan rapi.”

Sae-ryung terdiam, wajah cantiknya kelihatan sangat terkejut seperti ada yang menamparnya. Dia juga terlihat bingung.

“Aku harus tahu siapa yang telah berbuat macam- macam pada putriku.”

“A—a—apa?” Rasanya seperti ada yang menarik arwah Sae-ryung dari tempatnya.

“Yah, Nona Shin, gadis yang kau teror dan kau ganggu secara mental itu adalah putri sulungku, Han Sae-jin. Dan bila saatnya sudah tepat nanti, aku akan memberitahukan pada semua orang siapa dia.”

Saeryung tidak menjawab, sepertinya dia masih kehilangan kata- kata dan tidak bisa mencerna perkataan Tuan Yoon baik- baik. Tapi pria itu tidak ingin buang- buang waktu.

“Sepertinya kau sangat terkejut,” Tuan Yoon mendengus meremehkan. “Bukankah sangat ironis? Kau menghinanya karena kau mengira dia hanyalah anak yatim piatu tapi sesungguhnya ayahmu sedang menyembah- nyembah pada ayahnya untuk menolong perusahaan keluargamu agar kalian tidak hancur.”

Mata Saeryung berkaca- kaca dan wajahnya memerah. Tuan Yoon tidak ingin merasa kejam tapi entah mengapa itu membuatnya puas. Gadis di depannya harus mendapatkan imbalan yang setimpal karena telah mengganggu Sae-jin! Tapi sepertinya Saeryung sangat mahir mengontrol emosinya. Gadis itu menarik nafas panjang untuk menetralkan pikirannya yang sangat terganggu, kemudian menunduk segan. Tuan Yoon juga bisa melihat kilat marah dan tidak terima di mata Saeryung.

“A—apa yang A—Anda inginkan.” Tanya gadis itu enggan. Dia juga terlihat malu dan ketakutan karena tertangkap atas perbuatan jahatnya.

“Minta maaf.” Kata Tuan Yoon tajam. “Sesungguhnya aku sangat ingin membalas perbuatanmu tapi aku tahu putriku tidak akan menyukainya. Dia sangat baik dan pemaaf, dan aku tidak ingin mengecewakannya dengan perbuatanku. Tapi, kau harus meminta maaf padanya atas segala perbuatan jahat yang kau lakukan.”

Saeryung terkejut dengan perintah Tuan Yoon tapi tidak berani melawannya. Gadis itu masih memalingkan wajahnya dengan enggan.

“Ingat, Nona Shin. Sekarang masa depan perusahaan ayahmu ada di tanganku. Hari ini aku seperti pahlawan yang membantu kalian tapi besok,” Tuan Yoon membalikkan telapak tangannya, “aku bisa membalikkan nasib perusahaan ayahmu dengan sangat mudah. Dan percayalah, aku selalu memegang janjiku.”

Saeryung menggenggam rok gaunnya dengan erat, jelas menahan amarah dan rasa malu.

“Dan jauhkan pikiran dan rencana jahatmu dari putriku, Saeryung—ssi. Karena tidak ada seorang ayah yang akan membiarkan putrinya diganggu walaupun hanya satu helai rambutnya saja. Kau tahu benar apa yang mampu aku lakukan. Dari caramu meneror putriku sepertinya kau orang yang pintar, jadi aku percaya kau akan mengerti perkataanku.”

Tanpa menunggu respon dari Saeryung, Tuan Yoon berjalan pergi meninggalkannya. Tubuh Saeryung bergetar hebat menahan amarah, matanya terbuka lebar dan gadis itu kemudian mendaratkan kedua tangannya di terali besi beranda, menggenggamnya dengan sangat erat.

*

“Yah, Cho Kyuhyun—kau di mana?”

Kyuhyun bersandar di dinding koridor, memainkan ujung sepatu kets-nya di lantai.

“Masih di kantor agensi. Sebentar lagi aku akan pulang,”

Terdengar suara hembusan nafas berat dan Kyuhyun tertawa. Sepertinya semakin dekat dengan hari melahirkan Sae-jin semakin gugup dan gelisah hingga permintannya menjadi macam- macam dan suasana hatinya gampang berubah. Kemarin bukan masalah baginya Kyuhyun pulang jam berapa tapi hari ini dia bertanya- tanya kapan Kyuhyun akan pulang. Mungkin bagi sebagian orang itu membingungkan tapi Kyuhyun sangat menyukainya karena Sae-jin selalu berusaha kuat dan tidak perduli, sekarang dia menjadi lebih manja pada Kyuhyun.

“Kau ingin makan sesuatu?”

Spaghetti.” Jawab Sae-jin secepatnya, langsung terdengar bersemangat kembali. “Bolognaise. Keju mozarela-nya banyak yah, garlic bread juga!”

“Apakah kau berjanji akan menghabiskannya?” sindir Kyuhyun.

Hening sejenak. “Itu harus kudiskusikan dengan bayiku dulu.”

Kyuhyun menutup mata dan tertawa. “Baiklah, akan kubelikan. Jangan lupa kunci pintunya kalau Bibi sudah pulang.”

“Dan Cho Kyuhyun.”

“Hng?”

“Cepatlah pulang, kita bisa membicarakan ‘Prostaglandin’ lagi.” Jelas sekali butuh usaha keras bagi Sae-jin untuk mengatakannya karena gadis itu terdengar malu.

Kyuhyun mendengus. “Kita memang akan membicarakannya baik kau mau atau tidak, Han Sae-jin.”

“Bye.” Terdengar kikikan kemudian sambungan dimatikan. Kyuhyun tersenyum sambil menatap layar ponselnya. Sejak kapan Han Sae-jin secentil dan semanja ini? Kyuhyun harus bersiap- siap dengan semua kejutan yang diberikan istrinya setiap hari. Gadis itu semakin lamsa semakin membuka dirinya terhadap Kyuhyun.

Senyum di wajah tampan Kyuhyun perlahan menghilang ketika melihat tatapannya berpindah dari layar ponselnya kepada sosok gadis yang berdiri di depannya, menatapnya dengan dingin.

 

502 thoughts on “The Story of Bear Family; Part 29”

  1. itu pasti saeryung yang didepan kyu……
    tuan yoon da ambil tindakan dan itu membuat saeryung marah dan juga ketakutan tu…
    ya ampun pasangan nih ya bikin aja deh itu saejin mulai ketularan mesum nya tu ….

Leave a reply to nan_cho Cancel reply